Monday, 7 October 2013

ROTI

Posted by Sosiana Dwi On 1:02 am
Roti yang ini bukan nama makanan. Roti ini juga bukan juga nama orang. Roti adalah nama Anjing  berwarna hitam yang sering berseliweran di daerah kawasan FSRD dan depan kantin Bang Ed. Aku tak tahu asal muasal Roti diberi nama Roti dan kenapa Roti dipanggil Roti. Seringnya ia tengah tiduran males-malesan di depan selasar kantin Bang Ed. Jika kalian adalah anak tenggara atau anak seni rupa pasti tahu Roti seperti apa.

Awalnya aku takut pada Roti, itu terjadi saat aku TPB. Saat melewati kantin Bang Ed dan menemukan ada anjing aku langsung buru-buru menyingkir . Pertama takut najis, kedua takut diikutin, dan memang dalam islam tidak boleh memegang Anjing karena najisnya.

Tapi ketika aku masuk ke jurusan Arsitektur, interaksiku dengan Roti kian bertambah. Karena mau tak mau akan setiap hari aku bisa bertemu dengan Roti. Ketakutanku akan anjing sedikit demi sedikit hilang. Karena Roti adalah tipe anjing yang yang tahu jika mau didekati dan tidak. Roti  tahu aku tidak mau didekati dan disentuh maka Roti tak pernah mendekatiku. Namun bagi orang yang memang ingin menyentuhnya ia selalu tahu dan tak segan bermanja-manja dengannya. Roti tak pernah menggonggong di siang hari saat jam kerja. Roti tak pernah mengganggu siapapun di kawasan kampus kalau aku lihat. Roti makan dari apa yang diberikan padanya. Roti anjing baik. Roti anjing yang malas karena seringnya ia hanya tiduran di kawasan itu-itu saja. Roti punya pacar. Namanya Morin. Morin memang jodohnya Roti.

Suatu kali kami dikejutkan dengan hamilnya Roti dengan bapak entah anjing yang mana. Karena banyak anjing liar pula di ITB. Yang membuatku tahu kalau Roti adalah anjing betina karena sebelumnya aku tahunya Roti jantan. Roti hamil dan makin malaslah dia. Suatu kali Roti melahirkan. Roti melahirkan di selasar Arsi. Aku masih ingat Roti melahirkan saat ada acara prodi bulan Juli. Tanggal 12 Juli 2013, kalau tidak salah 9 anak Roti keluar. Bayi anjing yang lucu. Kalau tak tahu aturan agama mungkin aku akan mengadopsi satu. 9 bayi Roti itu  diadopsi oleh beberapa anak Seni Rupa.

Hari ini aku dikejutkan oleh berita duka. Selengkapnya bisa dilihat di surat ini https://twitter.com/leiilucene/status/386448572821954561/photo/1

Mungkin yang ingin tahu ceritanya bisa baca linimasa dari @farhanoid, @amayorita dan @leiilucene

Dan ada pula klarifikasi mengenai berita yang tidak mengenakan tadi di https://m.facebook.com/notes/happy-mayorita-aviani/klarifikasi/10151710332901094?refid=18.

Roti, selalu ada di kenangan banyak orang yang pernah bertemu dengan Roti. Entah itu bagaimana ia selalu menyambutmu ketika pagi hari dengan ekor yang selalu berkibas. Bagaimana ketika dia tiduran di karpet yang berada di depan pintu masuk. Maupun kenangan ketika dia mengharapkan makanan dari kita.

Dulu aku sering bercakap-cakap dengan Fitri.
"Fit, kalau di Jepang ada Hachiko di ITB ada Roti yah ,Fit. Kalau dia nggak ada mungkin banyak orang kehilangan. Bakal banyak yang nangis kayak di film Hachiko. Dan mungkin bakal difilmin juga."

Dan hari itu pun terjadi. Ketika Roti sudah tidak ada lagi. Saat aku menuliskan ini pun aku menangis tersedu seperti sedang menonton film sedih. 

Roti yang tertidur
Foto diambil dari dokumentasi Belly Munandar


Selamat tinggal Roti :')
Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

A New World

Posted by Sosiana Dwi On 12:11 am
Halo selamat malam malam :)

Mari aku klasifikasi beberapa hal. Masalah kurikulum baru 2013 yang pernah aku keluhkan sebelumnya.

Ya, semula aku menyangka aku hanya seseorang yang terus menerus mengeluh di terpa badai cobaan. Menjadi orang yang reaktif terhadap hal kecil yang mati, yaitu kurikulum, yang mau dan tak mau memang harus dirasakan. Ternyata aku tak sendiri, hal mengenai beratnya tiga studio sekarang ini dirasakan juga oleh teman seangkatanku yang lain. Bahkan oleh adik 2012ku, tapi bagi mereka studio hanya segelintir hal baru yang tak bisa dibandingkan. Tak olehku dan kawan seangkatanku. Bahkan kami pernah mengadakan forum angkatan semata membahas kurikulum ini. Hal ini terkait minggu hell-yeah kemarin. Dimana ada tiga pengumpulan beruntun pada tiga studio. Sudah pernah aku jelaskan bagaimana hecticnya sebuah kata pengumpulan di studio arsitektur itu di link ini.

Senin revisi tapak, selasa laporan konstruksi kayu lanjut, dan kamisnya adalah pengumpulan studio perancangan 5 sks. Tercatat minggu itu jam tidurku berubah, terlihat dari saat aku menulis postingan ini pukul 01.30 dan aku sama sekali tidak mengantuk, gara-gara sebelumnya aku tidur terlebih dahulu. Anehnya saat menjelang subuh aku ngantuk lagi dan tidur. Bedanya hari ini aku bisa tidur lebih dari satu jam, hehe. Kemarin Rabu malam aku pernah seperti orang sekarat hanya tidur satu jam. Aku tidak merasa ngantuk tapi ya Allah mata rasanya perih, dan jadi sering bego sesaat alias ngeblank alias ngeskip. Hari itu aku sudah beberapa kali ngelamun di lift, dua kali salah pencet lift, sekali ketinggalan kartu di ATM, gak denger pas dipanggil, untungnya ngga sampai ngeblank di jalan karena hal ini pernah aku alami sebelumnya, untungnya ada teman yang nyadarin sebelum terjadi hal buruk. Aku kurang tidur tapi kalo tidur itu berarti aku membuat dosa besar.

Itulah kehidupan calon arsitek dan mungkin nantinya ketika menjadi arsitek. Unhealthy life. Sering kali aku berpikir bahwa aku kurang cocok kerja di bagian seperti ini karena aku tak bisa survive dengan tidur yang hanya 3 jam setiap hari. Seminimal mungkin 5 jam lah. Kadang pengen juga minjem tubuh vampire di Twilight kalau enggak ya pinjem jamnya Hermione buat ngebalik-balikin waktu. Oh andaikan. Dan juga kecepatan mengerjakan tugas tanganku masih payah. Untuk membuat denah saja perlu satu malam lebih. Serius! Buat dapetin hasil yang perfect itu lama.

Yah, but I'm not alone guys. Semua merasakan hal yang sama. Nggak semua sih ada beberapa orang yang tidak reaktif terhadap keadaan ini. Mereka sangat proaktif atau memang mereka bisa adaptasi dengan mudah ya?
Entah, yang pasti aku butuh waktu untuk adaptasi.

Dan kini aku dan beberapa anak yang lain jadi manusia yang STUPUL-STUPUL alias Studio-pulang studio-pulang. Duniaku hanya ada pada dua kawasan itu yang lain-lain hanya jembatannya saja tapi tetap tujuannya itu. Studio sebagai tempat kerja dan terkadang tempat berteduh dan menginap, kosan hanya tempat tidur dan mandi. Bahkan ada yang setiap hari mandinya di kampus lho. Banyak hal yang kulewatkan seperti halnya tugasku membuat artikel terkait Ruby Rudianto yang maaf tak bisa kuselesaikan karena waktu dan juga partner yang sama-sama sedang sangat sibuk pengumpulan.  Melewatkan hidup di tengah kemahasiswaan kampus.

Eits, tapi blog bukan tempat untuk berkeluh dan menyampaikan informasi yang buruk. Di sisi adaptasi yang sulit itu tadi banyak juga sisi positifnya sih. Dibalik tiga studio yang bertabrakan itu ada ilmu yang kudapat lebih. Misalnya nih konstruksi, dulu saat tingkat dua aku hanya jadi seorang pasif mempelajari ilmu struktur tapi dengan basis studio sekarang aku mempelajari ilmu ini dengan aktif, seolah aku subjek ilmu itu. Satu yang kurang, kurang workshop, belajar bahan, sambungan dan lain-lain lewat 2D itu sangat-sangat tidak bisa dibayangkan. Tidak bisa menyentuh detail materialnya maupun melihatnya secara nyata. Tapak juga, seru juga mendesain di tempat yang berkontur dan mesti memperhatikan banyak aspek, jadi sadar kalau sebelumnya desain-desainku suka banyak yang ngacho. Haha.

Kesenangan tersendiri juga saat nginep di studio. Bagaimana saat disaat jenuh dengan gambar kita selingi dengan bergosip ngomongin artis, cerita tak jelas atau malah nyanyi bareng tanpa koordinir. Ada pula budaya baru nginep di studio, makan odading dan cakue Tubagus. Sedikit info itu makanan Cuma buka ja 2 malam sampai jam 4 subuh dan selalu habis dan ramai sekali pembelinya dan ENAK dan MURAH:D. Jam segitu memang jam bego dan butuh asupan energi. Thanks untukk mas Oge sang Santa Odading!
Haha

Bosan dengan curhatanku yang basi, mari kita nyanyi dulu yaaa .. New World nya Nadiya Fatira. Ini lagu jadi OST-nya Perahu Kertas dan gonna be my OST, soon. Hha

These days are gonna be those days

Which I'll look back with a happy smile

And a twinkle in my eyes
And life will never be the same
A different life than the one we’ve had
From our simple  fun, fairytales

It's strange, it's a new, new world
It's loud, it's a hectic world
And I miss my home, I miss myself
And I miss you
And yet, I finally found that love
Inside my soul
And I jump in joy and I sing my heart away

atau denger lagunya di sini http://www.youtube.com/watch?v=OoJbCHA6IXQ

Sip I Miss my self, ketika sering main ke Kabinet. And also miss my home in Boulevard and also in my unit UKA, apalagi pas nari-nari yang sering banget salah. Haha. I miss you my friend, di luar arsi tentunya. Bosen ketemu anak arsi mulu, hehe :3

Dan kini aku menyanyi , syalalala. Aku tahu aku telah memilih hidup ini maka aku harus tahu konsekuensinya. Sekarang aku yakin baru adaptasi yang bikin shock, segera aku akan menjadi aku yang dulu lagi. Sip sip.


Sekian curhatan malam ini, selamat tidur. 

Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Saturday, 5 October 2013

Aku, Dua Tuna Netra dan Pria Bertato

Posted by Sosiana Dwi On 12:13 am
Sore ini aku berniat ke Pasar Baru untuk membeli barang yang tak kutemukan di Balubur Town Square (Baltos).Karena aku tak tahu angkot dari depan Baltos yang bisa langsung ke Pasar Baru aku memutuskan naik Dago-Stasion dari jalan Dago saja. Aku berjalan dari Jalan Tamansari, menyusuri Annex ITB yang tepat dibawah jalan Layang Pasupati ke arah jalan Dago. Trotoar di sekitar situ bersih dan lumayan nyaman namun sangat jarang orang melintasinya. Entah kenapa, mungin bising kali ya di bawah jalan layang.

Saat tengah sendiri berjalan di trotoar itu aku melihat ada dua orang sedang berjalan bergendengan. Deskripsinya seperti ini, orang pertama yang menggendong tas (seperti tas gitar atau mungkin raket, aku lupa) memegang tongkat dan menggunakannya untuk berjalan. Dari situ aku tahu mas-mas tersebut adalah seorang tuna netra. Sedangkan pria yang dibelakangnya mengikuti pria di depannya dengan memegang bahunya. Awalnya aku tak menyadari pria dibelakang itu adalah tuna netra juga, aku kira malah dia adalah penuntun dari mas pembawa tongkat namun saat aku sudah cukup dekat dengan aku baru tahu keduanya adalah tuna netra.

Aku dan kedua mas itu berjalan dengan arah yang sama yaitu ke arah Dago dan aku berada tepat di belakang mereka. Aku menyaksikan bagaimana susahnya mereka menentukan mana bagian jalan yang bisa mereka pijak dan mana yang tidak. Ironisnya trotoar di daerah itu tak memiliki sistem grid untuk penyandang tuna netra. Di sisi kanan trotoar berbatasan langsung dengan selokan dengan dalam sekitar 50-70 cm dan lebar sekitar satu meter dan sisi kananya adalah vegetasi rumput-rumputan. Perbatasan antara selokan dan trotoar menjadi tanda mereka berjalan, sayangnya pula di trotoar yang menghadap langsung ke rumah saluran gotnya tertutup dan saat itulah mas-mas tadi mulai kebingungan akan patron mereka. Saat bertemu dengan selokan mereka hampir terjatuh. Hal ini terjadi hampir tiga kali diperjalanan mereka, tiga kali hampir jatuh di selokan sedalam itu tentu tidak lucu. Perjalanan sepuluh meter bagi mereka terasa panjang bagiku. Mereka perlahan berjalan.

Lalu di tengah jalan di aku melihat ada tiga pria bertato, bertindik dan terlihat seram sedang duduk di trotoar, di sebelah sepeda motor mereka. Ketiga keempat kali dua pria tuna netra ini hampir jatuh ke selokan salah satu dari pria bertato di kaki kanannya, dengan tindik di kuping itu menghampiri dengan cepat. Dia bertanya akan kemana mereka berdua dan dengan segera menuntun dengan cepat. Menghindari selokan dan bahaya.

Aku terksiap.

Dimana aku?
Aku tepat di belakang mereka, tidak berusaha mendahului mereka. 
Apa yang aku lakukan?
Aku mengamati. Aku berpikir banyak mengenai kejadian ini. Bagaimana fasilitas umum banyak yang tidak memfasilitasi publik secara keseluruhan. Artinya masih ada pihak yang tidak terfasilitasi, ya contohnya penyandang difable ini. Pikirku berjalan sebagai seorang observer. Aku memang tidak mencoba mendahului namun aku tidak serta merta menolong kedua orang ini seperti yang dilakukan oleh pria bertato tadi. Langsung. Aku berniat aku akan membantu jikalau kedua orang ini sudah hampir di ambang batas dan hampir jatuh. Tapi lihat pria bertato tadi, dia membantunya tanpa berpikir tentang bla bla masalah fasilitas ataupun difabilitas. Dia membantu atas dasar kemanusiaan sebagai manusia. Membantu  tak mengenal kasta ataupun siapa dirinya.

Saat itu aku hampir menangis. Menangis karena begitu bodoh, lebih bodoh dari orang yang aku anggap bodoh.

Saat itu pula ada satu pelajaran yang aku petik. Tindakan yang aku lakukan ini begitu merefleksikan kehidupan kemahasiswaan kampus yang terkadang penuh wacana akan niat. Niat yang sangat baik dan ambisius, tentang sesuatu yang besar. Tapi sayang wacana hanya sekedar wacana. Tanpa aksi ia hanya jadi abstraksi di proposal saja. Lihat aku tadi, asumsikan aku sebagai seorang yang pewacana dan pemikir karena sebagai seorang mahasiswa dan dua orang tuna netra adalah masalah. Aku berpikir tentang sesuatu yang besar tentang fasilitas, kebijakan, bla bla lainnya. Aku baru akan bergerak jika masalah sudah menjadi masalah yang besar. Asumsikan pula pria bertato tadi adalah sesorang yang melihat masalah sebagai masalah yang harus diselesaikan tanpa tendensi apa-apa. Dan dialah solusi penyelesaian masalah yang cepat tanpa berlarut-larut dan menimbulkan masalah yang besar.
Itulah masalah besar mahasiswa, menjadi pewacana, pengkaji, problem solver tanpa melakukan aksi yang selaras dengan pemikirannya. Contoh lain, banyak mahasiswa berkoar tentang gaya hidup hijau yang ramah lingkungan dan lain sebagainya. Mereka merumuskan, berpikir untuk sesuatu yang bisa menyelamatkan bumi dari Efek Rumah Kaca tapi lihatlah apakah mereka ke kampus dengan public transportation? Seberapa banyak yang membawa mobil? Oke maaf yang contoh belakang tadi asal bikin, bukan untuk siapa-siapa. Ilustrasinya seperti itu. Jika kamu mau menolong orang, jangan pikirkan siapa kamu, jurusan apa dirimu mau Tambang kek, Arsitektur kek, Matematika kek, Dokter kek bahkan seorang preman pun sangat diperbolehkan menolong sesama. Menolong itu asalnya dari hati, bukan dari organisasi, CSR  maupun institusi. Disiplin ilmu hanya nilai lebih kita sebagai mahasiswa, tapi dasar manusia ya tetap sebagai manusia.

Menjadi pengkaji sekaligus pengaksi.

Di ujung jalan itu, ketika sampai di jalan Dago yang ramai itu pria bertato itu mengantarkan kedua orang penyandang tuna netra tadi. Dia pun memberi tahu jalan dan mengucapkan hati-hati kepada keduanya. Tameng pria bertato pada dirinya hilang sudah.

Sore yang lengang itu aku tertohok sedikit oleh cerita kehidupan. Ternyata banyak ilmu yang aku pelajari jika aku berada di luar kelas dan studio. Cerita kehidupan sehari-hari.


Bandung, 5 Oktober 2013

Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Friday, 27 September 2013

IMA-G Bersama gARis Adakan Bakti Sosial

Posted by Sosiana Dwi On 4:49 pm
Sabtu sore itu setelah workshop Bingkai Kampung (7 September 2013), kami mencarter angkot untuk menuju daerah Dago Atas. Kegiatan yang akan kami lakukan adalah untuk menyalurkan sumbangan yang massa-G telah kumpulkan sebelumnya kepada salah satu yayasan anak jalanan. Pengumpulan sumbangan telah dilaksanakan sejak dua minggu sebelumnya di depan sekre IMA-G. Acara ini sendiri merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dilaksanakan oleh divisi Hubungan Masyarakat IMA-G dan gARis.
Pukul 16.00 kami sampai di tempat tujuan setelah sebelumnya mengalami kemacetan Bandung hari libur. Untungnya kami disambut dengan apik oleh pengelola yayasan yang dinamakan Kelompok Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika. Rumah singgah KPM Dewi Sartika ini bertempat di gang kecil yang berada di tanjakan dago,. Rumah kecil yang juga rumah tinggal pasangan suami isteri Pak Priston dan Bu Shanti ini adalah rumah kedua dari beberapa anak jalanan yang ditampung oleh mereka. Pasangan suami istri ini merupakan sebagian dari masyarakat yang sangat peduli pada anak jalanan di Bandung.
Awal mula kami menemukan yayasan ini adalah berkat proyek Program Kreativitas Mahasiswa Masyarakat (PKM M) yang diikuti oleh Sosiana Dwi N. (G’12) dan Fitri Sekar A. (G’12) yang tertarik pada anak jalanan yang sering berada di Simpang Dago. Setelah ditelusuri ternyata anak jalanan ini dibina oleh suatu yayasan. Pada awalnya mereka skeptis melihat anak jalanan ini dibiarkan bekerja di jalanan, mengamen dengan suara seadanya, dan bisa dimungkinkan uang yang dihasilkan digunakan untuk hal yang tidak diinginkan. Namun setelah mengunjungi langsung ke tempat tersebut, diketahui bahwa anak jalanan itu mengamen untuk mendapatkan uang jajan lebih. KPM Dewi Sartika inilah yang menyekolahkan beberapa diantara mereka dengan keadaan mereka yang juga seadanya.
Berdasarkan cerita di atas yayasan ini kami angkat untuk dibantu seadanya, terlebih sebagai mahasiswa ITB tentu sangat dekat dengan kegiatan yang ada di Simpang Dago. Hampir setiap hari ada mahasiswa yang melintasi tempat ini dan beberapa diantaranya pasti familiar dengan anak-anak yang sering mengamen di tempat ini. Dapat dipastikan bahwa anak-anak  tersebut adalah anak asuh yayasan ini.
Setelah memperkenalkan diri satu persatu rombongan dari IMA-G, Bu Shanti pun memperkenalkan pengurus yayasan yang beberapa diantara adalah mahasiswa di Bandung dan beberapa anak jalanan yang sedang berada di rumah itu.
Usia anak-anak ini beragam, mulai SD hingga SMP. Saat pagi mereka belajar di gedung sekolah, lalu sore mereka mencari uang jajan dengan mengamen di Simpang Dago. Beberapa di antara mereka adalah anak yang benar-benar tinggal di jalan karena tidak ada orang tua atau dibuang oleh orangtuanya selain itu berapa diantara memiliki keluarga dan rumah namun sering kali datang ke rumah ini.
Dalam rumah tersebut 90% anak sudah disekolahkan, sedangkan 10% nya lagi belum dapat beradaptasi dengan keadaan menetap/rutin seperti sekolah, seperti masih sering bertengkar, kekurangan dana, bolos sekolah, ataupun kembali ke kehidupan jalanan. Namun juga ada anak yang cukup berprestasi secara akademik, bahkan di antara mereka ada yang ingin melanjutkan jenjang akademiknya di ITB.
Menurut pengakuan dari Ibu Shanti, kehidupan jalanan adalah kehidupan yang keras. Mabuk-mabukan, ngelem, narkoba, mencopet, menipu, dan seks bebas adalah hal yang biasa. Awal mula beliau terjun ke dunia ini pun sedikit membuat beliau shock karena tak menyangka hal seperti ini bisa dilalui oleh anak-anak muda seumuran mereka. Ini pun tak lepas dari pendidikan yang kurang dari orang tua terutama kepada para ibu yang notabene sering berada di rumah dan mengurus anak-anaknya. Peran ibu yang sangat penting itu menjadi dasar Bu Shanti membentuk KPM Dewi Sartika. KPM Dewi Sartika menangani permasalahan anak jalanan dengan membina ibu-ibu dari anak-anak jalanan tersebut sehingga bisa memberi pengaruh baik kepada anak-anaknya di rumah.

Mendengar cerita tersebut, kami sebagai mahasiswa merasa peran kami belum terlalu terasa dalam menangani masalah seperti itu. Ketika kami bertanya tentang apa yang sebenarnya yayasan ini butuhkan, pihak yayasan mengembalikan pertanyaan itu kepada kami. Menurut mereka, kami mahasiswa ITB yang dianugrahi dengan tingkat intelektualitas yang baik tentu bisa memikirkan solusi apa yang bisa diberikan dengan melihat keadaan ini. Sebuah pekerjaan rumah yang harus kita cari bersama-sama penyelesaiannya.
Acara diakhiri dengan persembahan dari anak-anak jalanan berupa sebuah teatrikal yang diiringi lagu Indonesia Raya, Darah Juang dan Lagu Anak Jalanan. Persembahan yang sangat mengharukan dan menggugah perasaan. (JT)


Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Tuesday, 17 September 2013

DUA puluh

Posted by Sosiana Dwi On 6:57 pm
Jika ditinjau dari timeline hidup maka dalam umur 20 tahunku ini sudah aku jalani secara mainstream. Mari kita lihat

1993 : Aku lahir ke dunia
1994-1995 : kehilangan ayah kandung
1996-1998 : masa bermain, sudah lupa sih
1998 : SD setahun, dapet rapot tapi gak naik kelas
1999-2005 : SD 6 tahun di desa Bandingan
2005-2008 : SMP 3 tahun di kota Purbalingga
2008-2011 : SMA 3 tahun di kota Purbalingga
2011-2013 : sedang berkuliah di ITB di tahun ke tiga


Di postingan kali ini aku akan menyampaikan bagaimana kesan pada setiap tiga tahun terakhir ulangtahunku di kampus. Tidak sah panjang lebar karena panjang kali lebar sama dengan luas #ehgaring.

2011
Tahun pertamaku di ITB. Hiks waktu itu perasaanku campur baur jadi satu. Mulai dari yang seneeeeeng banget dan gak percayaaaa banget bisa masuk ITB lewat jalur tulis berbaur dengan sediiiih banget baru putus sama mantan dan lalu di khianati seperti layaknya anak SMA picisan lainnya. Tapi semua sedu sedan itu lenyap sudah rasanya karena ya itu tadi tertutupi dengan euforia penerimaan mahasiswa baru yang dibuat bikin bergidik, takjub dan berapi-api.

Saat ulang tahunku yang ke-18 aku sudah menjalani perkuliahan selama beberapa minggu. Masih semangat-semangatnya jadi maba tuhh dan semangat pula masuk jurusan arsitektur. Maka saat diceritain tentang adanya video mapping gedung sate untuk memperingati ulang tahun Bandung yang ke 65. Aku pun tak ngerti artinya maka niatlah aku dateng malam-malam ke daerah gasibu dan dibela-belain nginep juga tuh saking masih takutnya pulang malem. Dan spechless banget waktu itu liat apa yang dinamakan video mapping. Jadi gedung sate yang iconic  bagi urang Bandung itu di tembak dengan proyektor cahaya sehingga si fasad gedung sate itu menjadi layar tancep raksasa. Uniknya isi dari "layar tancep" itu dibuat sedemikian rupa sehingga fasad gedung sate dapat diekspos secara utuh. Dari mulai jendela, ukiran-ukiran kayu dan detailnnya. Nah pembuatan itulah yang dinamakan mapping karena emang harus terukur sama agar proyeksi cahayanya pas jatuh di tempatnya. Dalam video kali itu gedung sate digambarkan dibuat dan terbakar dalam kejadian Bandung Lautan Api. Efek dari api yang menjilat-jilat itu sampai bikin kita semua yang menonton berdecak kagum. Wow, keren dan terlihat nyata, seperti dalam kejadian itu saat itu. Kurangnya sih proyeksinya masih terlihat blur tapi sudah membuat impresi awal yang baik kok.

Ada yang masih bingung dan tak bisa membayangkan.
Mari lihat saja videonya di youtube. :)


Selepas acara, kebetulan kami bertemu dengan anak SAPPK lainnya. Beberapa dari mereka menyadari kalau aku ulang tahun dan memberikan ucapan selamat. Wah, senangnya. :D

2012
Masuk ke ranah selanjutnya. Lelah berlelah menjalani Tahap Persiapan Bersama yang katanya juga Tahap Paling Bahagia akhirnya aku keluar dari Kalkulus, Kimia, Fisika dan akan belajar pelajaran yang nyata di jurusan. Setelah sebelumnya menjalani penjenjengan atau bahasa kasarnya ospek jurusan dan telah dilantik akhirnya bisa juga mengecap bangku studio. Yuhuuu. 8 sks bro. Awalnya aku juga ikut kegiatan sana sini. Dan aku ingat sekali waktu itu Sabtu Minggu dengan kegiatan seabrek yang saat dijalani ternyata sangat menyenangkan aku terbuai. Aku kecapekan tanpa disadari oleh diri sendiri. Waktu itu adalah minggu pengumpulan bagi tugas pertama yaitu pengukuran bangunan bersejarah. Hari Senin yang cerah aku harusnya mati-matinya menyelesaikan denah potongan tampak dari Gedung Bosschaku. Tapi entah kenapa badanku mulai tak enak, panas rasanya tubuh tapi dingin terasa. Saat jam pelajaran berlangsung aku ijin ke dosen dan pergi ke Klinik Bumi Medika Ganesha. Ternyata aku di diagnosis gejala tipus yang mengharuskanku bed rest dirumah.

Apa kabar pengumpulan? Itu hal pertama yang aku pikirkan. Dan memang aku akhirnya ijin ke dosen pembimbing yang juga dosen waliku karena aku sakit. Bapaknya malah bilang, "Sudah tak usah dijenguk nanti malah menular." Hiks. Maksud bapaknya baik kok sebenarnya. Tiga hari aku dirawat di rumah. Tidak mandi, tidak gerak, hanya terbaring lemah, hanya makan bubur dan obat yang disediakan teman kosku (terima kasih buat Fitri dan Hana yang sangat perhatian, tanpa kalian aku gak tau jadi apa :')). Jika malam aku menggiggil kedinginan hebat tapi suhu tubuhku mencapai 28 derajat. Akhirnya ibuku yang mulai khawatir datang menjenguk. Dengan perawatan yang intensif dari ibu aku mulai berangsur-angsur membaik. Teman-temanku juga banyak yang datang menjenguk. Dan entah dikoordinir oleh siapa mereka semua mebawa susu steril Bear brand.-_-

Sakitku hanya berlangsung seminggu, dirasa sudah cukup sehat akhirnya aku mulai berangkat pada Senin minggu depannya yang kebetulan bertepatan dengan ulang tahunku yang ke-19. Oya, aku kelewatan nonton Video mapping gedung sate Vol.2. tentu saja karena sakit, hiks. Jam menunjukan pukul 8 saat aku mau berangkat aku justru di kagetkan oleh teman-teman dari kelompok 3 studiolu yang datang beramai-ramai dengan membawa lilin. Mereka menyanyikan lagu dari ujung gang. Hua terharu rasanya.

"Maaf ya Sos, gak bawa kue soalnya takut masih nggak boleh makan yang lain-lain." begitu ujar mereka. Akhirnya aku meniup lilin ulang tahun tanpa kue itu. yeee. Dan hadiah dari mereka adalah : susu steril Bear brand.-_-

lilin 

lilin dan bear brand


lilin, bear brand dan teman-teman

Sorenya aku lekas pulang ke kost mengingat kondisi tubuh juga belum pulih benar. Aku pun masih sedikit merasa demam. Pulanglah aku saat matahari masih berada di langit sesuatu yang jarang kulakukan. Lalu tiba-tiba menjelang maghrib datanglah gerombolan kelompok tiga yang entah kemana saat siang hari pada menghilang. Ini surprise  party tahap duanya.  Kali ini tak hanya lilin saja yang dibawa tapi mereka bawa pudding! Lagi-lagi karena aku belum boleh makan makanan yang aneh-aneh. Hua, pudding lezat yang terdiri dari tiga lapis (jelly, agar, dan puding) dengan warna merah-pink namun tidak kuat secara struktural karena salah peletakan. Harusnya yang paling berat ditaruh di bawah tapi kebalik. Haha. Ternyata sesiangan tadi mereka cabut ke kosan Intan buat masak puding manis ini. Sos sweet, hehe. Dan sore itu kami habiskan dengan makan puding-struktur terbalik itu. Karena belum pada makan malam akhirnya kita memutuskan makan di ramen. Eits, aku kan baru kena tipus akhirnya aku ikut makan tapi makan ramen level nol.

What a beutiful dinner: :D

Hari itu aku diberi hadiah oleh Allah kesembuhan dan teman-teman yang baik. Sampai sekarang kelompok 3 masih sangat akur dan sering main bareng. Uuh, kangen kalian ;'). Hadiah lain adalah aku mesti ikut pengumpulan seminggu sesudahnya. Ganbatte Sosi, pengumpulan sendirian.

Oya tak lupa hadiah dari geng Plano, sebuah bantal emot nerd besar yang katanya mirip sama aku. Tadinya aku taruh di studio buat kalo nginep eh sekarang itu bantal malah nginep di sekre, gak mandi dan kata temenku kena ketombe semua anak himpunan -_-. Err

2013
Menginjak tahun ke tiga di ITB. Uwaa, sudah merasa sedikit tua disini. Sudah ada adik baru di jurusan an himpunan. Sudah mengasuh pula adik baru 2013 yang lucu-lucu. Sudah bertekad harus mengamalkan ilmu dan pengetahun di bidang arsitektur entah bagaimana caranya . Di dua puluh tahun umurku aku masih belum berbuat banyak. Sedih rasanya melihat diri ini mempunyai banyak mimpi tapi minim realisasi. Masih banyak ilmu yang belum aku terapkan meskipun aku sudah tahu banyak teorinya.

Tapi kali ini harus berbeda!  Semua rumus dan bahasa dalam perkuliahan harus segera diterapkan. Masa iya sih sudah akan menjadi calon sarjana arsitektur di kampus yang katanya terbaik bangsa tidak bisa melakukan apa-apa. Bisa malu pada Tuhan, bangsa dan almamater donk. Malu juga pada salam Ganesha yang membesarkanku, dan juga vivat Gunadharma yang menggemblengku. Aish. Soksok aktivis gitu.

TAPI entah kamu mau jadi apa nantinya kamu  harus jadi diri kamu sendiri. Kamu harus bisa berdiri di atas namamu sendiri tanpa membawa nama almamater. Karena kasihan gajah ganesha terus menerus menaungimu dalam nama besarnya. Kapan kamu jadi besar? Hah. Kapan?  Oke semua itu retoris bagi kamu kamu kamu sekalian. Termasuk aku. :)

Awalnya aku sedang calling2an sama ibu ketika teman-teman Fitri, teman kosku, datang untuk meberi surprise party di ulang tahunnya ke 20 juga. Lalu ibuku teringat kalau anaknya juga akan ulang tahun. Hua dan ibuku berinisiatif datang ke Bandung untuk menengok anaknya. Terharu deh bu. Aku iyakan saja karena aku sedniri sedang butuh motivasi dari ibu. Lagi capek-capeknya menjalani kuliah. Benar ternyata ketika ibuku datang semua penat serasa hilang sudah. Tanggal 14  ibuku datang lalu siangnya aku ajak keliling kampus. Kebetulan waktu itu bersama dengan Denis dari Tekkim UI yang sedang studi banding.

aku, ibu, denis. Bukan sebuah keluarga

Malamnya aku mengajak ibuku menonton Video mapping gedung Sate Vol.3 untuk menyambut ulang tahun jawa barat ke-68. Pukul 7 malam kami sudah beranjak dari kosan. Acara dimulai pukul 8 malam setelah gubernur Ahmad Heryawan menyampaikan sambutan di depan masyarakat. Video mappingnya berlangsung lebih sebentar dibandingkan tahun 2011 (perasaanku saja atau....), klimaksnya juga dirasa kurang ngena. Yang kelihatan bagus adalah saat Gedung sate kena air, tapi gak sewah pas kebakaran sih. Untungnya setelah itu langsung ada pesta kembang api yang cukup lama sekitar 10 menitan. Namun juga kurang kerasa klimaksnya karena bagus terus dan kurang ditata dengan cantik seperti kembang api di luar negeri (eeet dah kaya dah pernah liat aja). Tapi taburan cahaya artifisial itu (yang bikin polusi cahaya buat Bosscha) di langit Bandung cukuplah menjadi kado terindahku. Kyaaa.

Rabu pagi aku sudah mendapatkan banyak ucapan ulang tahun. Sorenya aaah, geng plano nyamperin ke aku ke studio dan tada dua donat Jco rasa Almond dan capucino tersaji di depanku. Keesokan harinya si Fitri dan Evan dengan konyolnya memberikan kado dengan bungkus yang besar. Setelah dibuka ternyata ada Hol*sticare, dan papan ucapan dari kayu balsa. Haha, ternyata mereka peduli dengan kesehatanku yang sering sakit-sakitan. Aah, makasih ya semuanya.

Tapi sejujurnya bertambahnya umur itu yang ada malah perasaan sedih dan bimbang. Di umur dua puluh dahulu kala ibuku sudah menikah. Eits bukan berarti aku ingin cepat menikah. Aku berpikir di umur ini belum banyak yang aku lakukan, belum ada persiapan untuk kematangan untuk menjadi dewasa seutuhnya. Masih menjadi diri yang labil dan masih ingusan (serius, sering bersin soalnya). Masih banyak berwacana tanpa kisah nyata. Masih banyak bermimpi dan lupa untuk bangun pagi untuk beraksi. Masih banyak lagi yang lainnya. Nikmat yang mana yang tak aku syukuri ketika masih diberi nafas hingga umur ini, diberi pendidikan sampai saat ini dan diberi berkah untuk menuliskannya dalam tulisan ini. Aku ingin terus berbagi walaupun secuil bahagia ini. Huhuu, maaf melankolis.

Satu hal yang aku dapat dari semua kisah hingar bingar ulang tahun yang sebenarnya tak terlalu aku pedulikan, aku masih bisa berdiri disini karena teman. :)


Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Saturday, 14 September 2013

Tanpa Judul 2

Posted by Sosiana Dwi On 1:05 pm
Selamat malam Bandung,

Tercatat aku keberadaanku di Bandung ini sudah kurang dari sebulan lamanya. Namun kadang aku merasa aku sudah berbulan-bulan lamanya disini. Aku sudah merasa kegiatanku disini cukup banyak. Dari mulai jadi trainer SSDK, OSKM, Pelantikan, himpunan dan tentu saja kuliah. Wah , harusnya kegiatan itu dilakukan dalam kurun waktu lima bulan. Tapi sekarang kurang dari sebulan rasanya. Tak hanya itu kuliah yang terhitung sudah minggu ketiga rasanya sudah hampir mau UAS. Bayangkan saja, 3 minggu ini hampir setiap hari aku merasakan deg-degannya pengumpulan studio. Setiap hari. Nah lho. Biasanya perasaan semacam ini akan aku rasakan 4 minggu setelah kuliah pertama karena dikejar deadline studio 8 sks.

FYI, dengan perubahan studio perancangan menjadi 5 sks dari yang semula 8 sks tidak serta merta membuat hidup ini jadi lebih indah. Alih-alih lebih enteng malah lebih berat, ya itu tadi everyday is collecting day. Studioku sekarang bertambah menjadi 3, studio perancangan yang tadinya 8 sks menjadi 5 sks, studio konstruksi 3 sks, dan studio tapak yang juga 3 sks. Sebenarnya kuliah konstruksi dan tapak sudah ada sebelumnya namun dalam versi mata kuliah bukan studio. Pergantian ini tak hanya nama saja namun juga perubahan cara belajar. Namanya juga studio, kita diberi tugas dan selaiknya mengerjakan di bangku studio itu, bukan di kelas seperti kakak kelasku dulu-dulu. Shock juga awalnya, slot waktu yang dulunya sebagai waktu studio untuk perancangan kini harus dibagi-bagi dengan tapak dan konstruksi. Minggu pertama aku kaget setengah mati karena mesti survey di semua jenis studio. Dan waktu surveynya tentu saja harus mengambil waktu studio lain karena kurangnya waktu.  Di minggu pertama juga ada pengumpulan studio tapak. Uwaaa. Jangankan untuk ngerjain tugas unit atau yang lainnya, untuk nugas studio saja perlu extra time dan pengorbanan waktu.



Semester ini aku hanya mengambil 19 sks namun ya itu tadi, aku sepertinya membutuhkan jam yang dimiliki Hermione di Harry Potter 3 untuk mengatur waktu dan juga untuk menambahnya supaya jadi 24 jam plus plus. Oke , saya ucapkan terima kasih kepada Kurikulum 13.

Belum juga sebulan aku kuliah tapi rasanya hampir tiap hari aku mulai mengeluarkan keluhan. Hal yang sangat-sangat kuhindari dahulunya. Ketika nambah tugas baru ngeluh lagi, bilang capek lah, ngantuk lah, kursinya gak enak lah, kurang tidur lah, kurang waktu lah. Teru mulai meyalahkan keadaan dengan cara merutuki kurikulum lah, merutuki pembuat kebijakan lah, dan lah lah yang lain.  Kadang jadi sebal sendiri dengan orang lain yang tentu di mataku lebih hijau rumputnya, aku selalu menjudge orang lain tak "senikmat" aku hidupnya. Rengekan demi rengaken keluar. Selalu merajuk. Aku membenci diri ini lama-lama. Aku sudah lupa caranya bersyukur dan lupa juga mana yang tanda mengeluh ataupun berbicara fakta.

Tolong kepada teman-teman yang mendengar aku sudah mulai mengeluh atau pun  membicarakan fakta yang menyedihkan tolong ingatkan saja aku. Karena aku tengah khilaf. Dan jika aku memberikan quotes yang menarik dan sebagainya, terkadang aku hanya sedang membangun motivasi diri sendiri salah satu pengalihan isu keluhanku.

Baiklah, selamat tidur :)



Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Sunday, 25 August 2013

Protokoler ITB

Posted by Sosiana Dwi On 10:45 pm
Apa sih protokoler?

Protokoler secara sederhananya adalah orang-orang yang menjalankan protokol atau aturan yang ada. Biasanya protokol ini ada untuk urusan kenegaraan, atau keinstansian yang memerlukan sesuatu yang formal. Nah kalau di ITB sendiri fungsinya banyak sekali apalagi yang membutuhkan protokol kampus, tak semuanya butuh biasanya sih rektoratlah yang memerlukan jasa protokoler. Sebut saja acara wisudaan, penerimaan mahasiswa baru, upacara 17 Agustus di saraga, upacara ketika ada guru besar yang meninggal, ada presiden ke kampus, dan banyak lagi yang lainnya.

Awalnya aku tahu kehadiran mereka saat mengurusi wisudaan di kampus. Saat itu banyak laki-laki berjas, dasi, tampak rapi sedangkan perempuannya memakai blazer dan fantovel yang tentunya cantik dan genteng #eh. Lalu di majalah Boulevard ITB pun diulas sedikit mengenai protokoler ITB (sedikit promosi lah) jadilah aku tahu sedikit apa sih itu protokoler. Karena saat itu dibuka lowongan untuk maka tanpa basa-basi aku pun ikut mendaftar. Karena mencari sesuatu yang berbau profesionalitas apalagi ini berhubungan dengan instansi aku ingin mencoba belajar. Bosan juga berada di balik layar saat mengikuti segala sesuatu sekali-kali pengen eksis di depan pake baju formal pula. Aku berpikir sedikit besarnya kegiatan ini bermanfaat untuk kegiatan perhumasan alias hubungan dengan masyarakat agar tidak kaku.

Ternyata benar, sampai pada diklat pun kami benar-benar di godhog dengan cermat bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Karena nantinya kami akan diterjunkan di hadapan banyak orang, mulai dari tamu kenegaraan, sampai pada orang biasa. Tak ada yang membedakan, kami harus tetap ramah dan tersenyum. Salah satu motto kami.

Sistem penyeleksiannya terbilang cukup ketat saat itu. Melalui dua tahap kegiatan yang pertama adalah psikotes dan wawancara. Psikotes yang dijalani cukup membuat lelah seharian apalagi ada tes koran dan banyak soal matematika yang karena otak sudah lama tidak dipakai mikir jadi gak panas-panas. Ditambah telat datang, dikarenakan biasa lah lalai. Tes wawancara lah yang bikin hati cukup deg-degan karena memakai bahasa inggris untuk bagian perkenalan. Masalahnya sih ada denganku yang pelafalannya sering bikin salah kata. Dan alhamdulilah saya lolos untuk yang kedua ini.

Sebelum benar-benar terjun ke medan perang kami protokoler 2013 di diklat terlebih dahulu selama tiga hari. Selama itu kita diberi tahu mengenai jobdesk, pengetahuan dasar mengenai ITB, public relation, komunikasi efektif, berbicara di depan publik yang disampaikan oleh M.Achir (pembawa berita SCTV) , pengembangan diri dan banyak lagi yang lainnya. Disitu pula saya jadi mengenal banyak orang, banyak tokoh sekaligus banyak teman. Banyak ilmu tapi sedikit mencatat jadi banyak yang lupa. Hehe -_-

Dan jreng jreng jreng jreng, sampailah pada tugas pertamaku. Harusnya aku bisa tugas di Wisuda Juli hanya saja aku tidak bisa meninggalkan amanah di salah satu kepanitian. Ya sudah aku ikut di tugas Penerimaan Mahasiswa Baru 2013 yang berlangsung di Sasana Budaya Ganesha alias Sabuga :D #Yeee #prokprok.

Dengan pakaian yang sangat formal berupa rok panjang hitam, blazer hitam, kemeja putih, kerudung abu, dan sepatu fantovel aku bertugas. Pukul enam pagi sudah ready di Sabuga, mungkin disangkanya au mau ngelamar kerja atau bahkan mau ikutan ospek ya? #err. Sebelumnya sudah pernah gladi sih dengan peserta S-1 lebih dari 3600 mahasiswa. WOW, saat gladi saja ini si jatah kursi S-1 sudah bikin kecil ukuran sabuga. Dan hari H pun tak serumit yang ku bayangkan karena semua tinggal jadinya saja. untuk logistik, konsumsi, acara dan lain-lain sudah ada yang mengatur dari rektorat itu sendiri. Masalah terbesar si paling ada di mondar-mandir pake sepatu yang bukan kets. Hehe. Heels pula.

Tugasku hari itu adalah menjaga pintu masuk sabuga sebelah selatan, menyuruh maba S-1 untuk melepas atribut OSKM, membagi-bagikan buku PMB dan membawakan baki penghargaan untuk mahasiswa berprestasi ITB. Uwow, seneng juga sih membawa sesuatu penuh rasa penghargaan untuk para mahasiswa untuk kemudian diberikan kepada rektor dan terakhir diberi apresiasi oleh mahasiswa lainnya. Kalo liat ukuran IP sih aku memang belum pantas dapat julukan mahasiswa berprestasi tapi berprestasi menurut visiku sendiri aku tengah berproses. Eh jadi OOT.

Protokoler bergaya

Dan begitulah ceritaku berada di Protokoler ITB. Sebenarnya informasinya hanya sekilas saja. kalau ada yang rancu tanYakan saja ke sumber pemilik blog ini.


Semoga bermanfaat,

Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Friday, 23 August 2013

Aku Hebat, Aku Berbagi

Posted by Sosiana Dwi On 11:24 pm
"Taplok OSKM, taplok OSKM,"Ceritanya sedang yel-yel. 
Sebenarnya aku ngebet banget jadi taplok saat OSKM tahun 2012, yaitu saat penerimaan maba 2012. Aku menyesal juga kenapa dulu saya malah ambil di kegiatan non lapangan yang notabene tak ada diklat satu bulan lebih dan sedikit kerjanya. Dulunya aku memang ingin jadi taplok, udah ngebet pula ikutan diklatnya tapi entah kenapa aku takut ga bisa bagi waktu antara penjenjangan IMA-G dengan diklat OSKM, dan terpikir untuk pindah haluan masuk bagian divisi seminar OSKM. Awal-awalnya sih oke-oke saja, tapi lama-lama iri juga ga bisa kumpul jam 4 pagi, ga bisa iku t forbas, ga ikut pulang malem, dan yang paling penting ga punya anak didikan maba. Hiks padahal kosku yang deket kampus itu jadi basecamp banyak anak buat nginep kalo-kalo ada acara OSKM subuh buta . Sebut saja Fitri, Opi, kadang Melati dan Fany Naw yang nginep di tempat Hana. Kosku otomatis rame, apalagi waktu itu jaman-jaman puasa.

Gagal jadi taplok, masih kerasa pengen ikutan di OSKM 2013 tapi sayang aku inget umur dan tahun angkatan yang sudah sedikit menua. Mger juga sih mesti ikutan diklat bareng adik angkatan. Alhamdulilah masih ada kesempatan buat jadi sesuatu dan mengenal maba, punya anak didikan tanpa harus diklat satu bulan apalagi ikut forbas ama massa kampus. :p

Kesempatan itu adalah menjadi trainer SSDK (Strategi Sukses Di Kampus) dengan seleksi jauh hari kalau tak salah bulan Mei-Juni. Tahun sebelumnya adanya Training 7 Habits, for Highly Effective People, college Students.  Tahun ini tidak diselenggarakan lagi karena memang dananya cukup besar, karena digadang-gadang  bahkan untuk sertifikatnya saja seharga 5juta, katanya. Alhamdulilah dari 200 calon trainer yang diseleksi aku termasuk ke dalam 100an yang masuk ke dalam kegiatan ini. Mimpi saya untuk menjadi sesorang pendidik tanpa harus kuliah di keguruan, untuk aktif di bidang pendidikan dan membuat sekolah sedikit demi sedikit mulai terwujud bentuknya. Aku menjaid seorang trainer! :D

Bulan Juni lalu ada training for Trainer (TFT) namun karena aku tak bisa ikut di hari pertama akhirnya aku ikut TFT susulan di bulan Agustus. Tanggal 15 Agustus (H+7 lebaran) ikutlah aku TFT itu, padahal pagi harinya aku baru sampai di Bandung dengan bis yang nyarinya aja susah. Hehe. TFT berlangsung selama dua hari, dengan hari pertama diberikan materi mengenai SSDK itu sendiri dan hari kedua adalah microteaching, dengan materi hari pertama. Yang ikut susulan hanya 20 orang saja namun dengan itulah kami jadi lumayan dekat. Hari ketiganya semua trainer yang berjumlah hampir seratus lebih datang dan kami dibriefing bagaimana nanti di hari H yang berlangsung  tanggal 21-22 Agustus 2013. :D

Training selama dua hari, serentak semua maba ITB 2013  menggunakan semua ruang kelas di ITB. Setiap kelas mendapat jatah dua trainer beragam angkatan. Aku mendapatkan jatah kelas SAPPK, yang tentunya akan ada adik angkatan yang ingin dan akan masuk di arsitektur. Bersama dengan Anasya KL'11 kami berusaha membuat kelas menjadi ceria, gak garing dan tentunya informasi yang kami berikan dapat berguna untuk mereka nantinya.  Adik-adiknya masih sangat bersemangat, kritis karena mereka masih baru banget di ITB, dan tentunya lucu-lucu.

Hari pertama aku memberi dua materi yang lumayan bikin mulut berbusa, sedangkan Anasya sebagai opening dan ending serta satu materi. Masih katro banget jadi operator presentasi dan seringkali kali kebingungan dengan tools-tools yang ada. Kadang kami malah terlihat kurang persiapan, padahal semua sudah disiapkan dengan baik. Hanya saja akunya saja yang sedikit katro -_-. Mulai dari tidak bisa membuat ppt-nya enak di baca oleh operator, salah klik sehingga banyak yang udah ketahuan dulu materinya, format video yang salah, sampe pada terminalnya kebakar dan infocusnya kepanasan. What the ... :o .Nasya sampe kelilng naik turun ke sekertariat, ke ruang penjaga gedung GKU barat, pinjem sana sini sampai saya terkadang harus menghandle situasi dengan tanya jawab supaya nggak kriuk dan bikin ngantuk. -___- Saya akui juga ada beberapa materi yang suka skip, aduh. Maafkan aku adek-adek :'(

Hari kedua diisi dengan info akademik TPB dari LTPB dan tour kampus untuk mengenalkan gedung-gedung kuliah dan hal-hal unik di ITB. Keduanya bisa di handle dengan baik tapi cukup membuat kaki pengen dilepas bentar, soalnya aku memakai sepatu fantovel (benar ga tuh nulisnya). SAPPK kebagian shift kedua jam 10 pagi dan tour dibagi dua kelompok  . Kelompokku dapet di tengah hari yang cukup terik, banyak cewe-cewe 'cantik'nya pula -_-. Aku juga berperan menjadi medik (ada yang sakit juga), keamanan yang teriak-teriak  'rapat kiri', 'tempel depan','jalan cepat','awas ada tangga'. Haduh. Dan tentu aku menjadi taplok yang memberi tahu tempat apa ini, tempat apa itu terkadag cerita juga cerita horor.

SAPPK, cantik-cantik kan?!

Kami pun membantu shift sore untuk anak FTMD tour kampus. Namun rasanya kali ini lebih berbeda, FTMD lebih ekspresif, cerewet padahal cewenya hanya berjulah 6-8 ari 75 lainnya yang matcho-matcho, dan sangat kritis terlihat mereka lebih banyak yang tanya. Of course karena banyak cowonya jadi bisa cuci mata *eh. Karena sesi sore banyak trainer yang membantu sehingga disini gak perlu teriak-teriak. Karena anaknya asyik-asyik ya sudah kebawa sampe cerita gosh ship -_-. Hehehe

FTMD ceriaaa 


Ini benar-benar pengalaman pertama menjadi point of centre dengan 75 mahasiswa baru yang mendengarkan materi baru. Salah-salah ketika memberikan materi bisa-bisa mereka bisa salah langkah. Terjerumus.  Terus nyalahin trainernya lagi, apalagi aku yang bisa segedung dengan mereka. Tuhan, semoga mereka segera diluruskan.

Namun aku sangat sangaaaat bahagia. Mimpiku untuk menjadi taplok di penerimaan mahasiswa baru  tergantikan ketika aku menjadi trainer ini. Bila seorang taplok menghandle 10-20 mahasiswa, menjadi trainer mempunyai porsi tersendiri karena bisa berinteraksi dengan 75an mahasiswa, bisa memberikan materi yang akan berguna di perkuliahan nantinya. Trenyuh rasanya ketika ada yang minta nomer kontaknya, :')).

Indahnya berbagi, :')))

Adek-adek, sukses lah ikut kegiatan di kampus. Semoga materi SSDK ini setidaknya bisa memberikan jalan terang untuk kalian mengenal hal-hal baru di kampus. Nantinya apa yang telah kami terangkan bisa jadi terbukti benar, beradaptasi tidak seperti makan pop mie yang secara serta merta bisa langsung jadi. Adaptasi butuh waktu, dengan pengarahan dari SSDK ini semoga adik-adik bisa mendapat trik-triknya sebagai katalis prosesnya. Adik-adik juga bisa survive dengan kegiatan perkuliahan, kegiatan akademik dan tentu kegiatan non akademik. Menjadi pribadi yang sukses, berprestasi dan tentunya membanggakan orang tua, Tuhan, bangsa, dan almamater.

Salam Ganesha!

SSDK 2013!
Aku HEBAT, dan aku BERBAGI!

Bandung, 23 Agustus 2013

Di sela-sela sosialisasi

Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Monday, 29 July 2013

Mencari Surga di Utara Jakarta

Posted by Sosiana Dwi On 12:02 am
Selepas subuh mobil travel Bandung-Jakarta yang aku tumpangi bersama dengan keenam temanku telah sampai juga di pom bensin Muara Angke, lokasinya hanya berjarak beberapa langkah dari pasar ikannya. Tak ayal bau amis dari ikan-ikan tak pelak menghinggapi rongga hidung kami. Seakan tak bisa membohongi sedang berada di mana kami. Jalanan menuju ke sana pun becek dan sesekali teradapat bangkai ikan (kalau itu bisa disebut dengan bangkai).
“Eh, ini serius kita mau ke Tidung?” ucap salah satu temanku, Adlan, sedikit menyelidiki. Rasa curiganya cukup besar melihat start dari perjalanan kami ini sudah kurang sedap dipandang dan kurang sedap dicium. Ini anak rela bei masker guna menutupi hidungnya dari pasar ikan ini,  
Tapi di fotonya lumayan bagus kok,” Ninis memotivasi. Agaknya sohor dari Pulau Tidung dan pulau-pulau lainnya lumayan ternama terlihat tak hanya rombongan dari kami saja yang hadir pagi itu. Mungkin benar kata Ninis, fotonya memang lumayan bagus untuk menyihir para rombongan ini termasuk kami.
Pukul setengah tujuh pagi tour guide yang kami nanti datang dan memberi instruksi untuk kami naik ke kapal yang sudah lumayan penuh oleh beberapa rombongan lain yang tujuannya sepertinya sama, pelesir.
Tak jauh beda dengan pom bensin tadi dengan bau ikannya, pelabuhan Muara Angke ini pun tak hanya amis oleh ikan tapi juga oleh warna lautnya yang hitam kelam. Seram juga membayangkan jatuh di sini, Hiii bisa-bisa mati kehabisan nafas karena jijik. Masih belum terbayang bagaimana Tidung yang masih satu provinsi dengan Ibukota Jakarta, masih belum terpetakan seperti apa bentuknya. Apa seperti Jakarta yang kita tahu cukup berantakan itu? atau lautnya seperti Muara angke? Saya akan tahu jawabannya setelah 3 jam perjalanan melewati Laut Jakarta, meninggalkan Pulau Jawa untuk bersinggah di Pulau Kecil di Kepulauan Seribu.
Pukul 8 pagi kapal ini mulai beranjak, meninggalkan Jawa, meninggalkan Burj Al-Arabnya Jakarta dan meinggalkan Muara Angke. Sepanjang perjalanan saya tidur karena anginnya sepoi membelai ditambah hujan rintik. Saat kapal menepi inilah perjalanan saya di Pulau Tidung bersama ke-8 teman saya.

Pelabuhan Muara Angke

Burj Al-Jakarta :p

Kapal nelayan

Evan galau

Dijemput oleh mas tour guide yang lain kami dibawa ke cottage yang ditawarkan oleh travel agent kami. Jaraknya tak jauh dari pelabuhan kecil Tidung. Jalanan menuju ke cottage berupa jalan kecil yang hanya cukup dilewati mobil di jajari dengan deretan perumahan yang sebagian besar berupa cottage. Sekilas tidak jauh beda dengan di kota, rumah-rumah tersebut tidak berhalaman luas dan berhadapan langsung dengan jalan. Sempadannya satu meter sampai dengan nol meter. Well, seperti ibukota saja ini. Yang menarik transportasi yang umum disini adalah sepeda alih-alih motor. Dan sepedanya diberi nama, ada yang namanya Soleha, Faqih, Bom-bom, dan lain-lain tergantung siapa nama orang yang menyewakan sepedanya.
Sampai di cottage dan saya tidak merasa kecewa sama sekali. Cottage yang kami tempati langsung berhadapan dengan laut dan ada saung yang menjorok ke laut. Kyaaa, tempat yang pas. Fasilitas berupa dua kamar, dua kamar mandi, satu ruang tamu, ada TV, Dispenser, AC sudah cukup bisa memisahkan kami yang ikhwan dan yang akhwat (liburan juga tetep kontrol donk, haha). Liburan tiga hari dua malam ini sepertinya lumayan bisa menjadikan liburan ini keren.
1st Day
Schedule hari pertama adalah berkeliling Pulau Tidung dengan menggunakan sepeda. Kami pun ternyata dapat sepeda yang namanya FAQIH berwarna orange dan pink. Setiap dari kami dapat satu-satu. Sebelumnya aku sudah sempat melihat peta pulau ini yang ternyata memang tak terlalu besar, seukuran sebuah dusun kali ya. Setelah makan siang dengan menu ikan yang telah disediakan kami meluncur ke arah Barat pulau mencari-cari pantai bersama mas guide.
menu makan siang
Berkeliling
Mengayuh sepeda membelah ilalang di kanan-kiri jalan  sesuatu yang mungkin agak diherankan ada di salah satu lokasi di Jakarta. Sesekali pantai ada di samping kiri kita dan angin sepoi membelai perjalanan ini. Nyepeda santai kayak gini mahal harganya bisa ditemuin di Jakarta tapi ini lagi ada di Jakarta lho padahal. Pantai yang kami susuri ini tidak seindah itu tapi. Meskipun berwarna biru muda tapi banyak sampah yang mengendap disisinya bahkan sempat nemu sampah kasur disini. Diduga sih sampah kiriman dari Jakarta yang di Jawa sana, hmm.


Membelah ilalang

Geng kelompok 3
Setelah lama mengayuh, sekitar lima belas menit akhirnya kami nemu pantai yang berada di sisi utara pulau. Disini pantainya lebih bersih karena tidak secara langsung menghadap Jawa dan terdapat ayunan dan kapal-kapalan untuk bermain. Hanya saja pantainya tenang dengan ombak yang kecil. Semangat untuk main pun bergolak selama lebih dari setengah jam kami disini hanya untuk foto-foto, main ayunan dan bermain bersama anak kecil asli penduduk Tidung. Kesan di Muara Angke tadi sekarang sirna, dan musnah dengan keindahan pulau ini. Gak sia-sia jalan dari Bandung jam 2 malam dan amis-amisan di Muara Angke setelah tahu sisi lain Jakarta yang cool ini. Yang lebih menyenangkan berasa pulau sendiri karena saat itu hanya kami rombongan turis di pantai itu.
bermain bersama anak-anak

foto dulu

pol pisan


Jembatan Cinta
Guide kami pun lama menunggu untuk mengajak kami menuju ke tempat berikutnya. Setelah bayar parkir dua ribu rupiah untuk sepeda kami (lebih mahal dari parkir motor di Jawa) kami nggoes lagi. Kali ini menuju ke timur pulau dan jaraknya lumayan jauh sampai-sampai pantat kami berasa lebih tepos dan sakit disini. Melewati pelabuhan yang tadi pagi dan taraaa sampailah pada suatu pantai berpasir putih masih dengan keadaan yang tenang. Angin dilaut Jawa ini mungkin sudah di barrier dengan ratusan kepulauan yang lain yang membuat pantai ini tidak sekeras pantai selatan jawa.
Pantai di timur Tidung ini cukup ramai karena banyak turis yang berdatangan. Inilah landmark dari Puau Tidung, sebuah jembatan panjang yang menghubungkan antara Tidung besar dengan Tidung Kecil. Di bagian awal jembatan berbentuk setengah lingkaran, menjadi objek foto yang khas nan romantis pantas saja disebut Jembatan Cinta, yeay.
Uniknya dari atas jembatan cinta ini banyak anak-anak kecil (yg gedhe juga ada sih) nekat nyemplung ke air laut di bawahnya. Aku jadi pengen ikutan Bunging jumpee ala mereka sih karena air laut di bawahnya terlihat bening, berwarna hijau biru dan terlihat dasar lautnya yang dangkal. Banyak pula anak-anak kecil yang berenang menggunakan savety vest dan ada pula yang bermain bola, seperti di kolam renang raksasa. Ga sabar buat nyebur, tapi eits belum bawa baju ganti apa pun nih.
Guide-nya mengajak kita buat ke Tidung Kecil, walaupun sudah cukup capek tapi kami masih siap untuk petualangan selanjutnya dan yah berjalanlah kami kesana. Melewati jembatan buatan di atas laut kami telusuri jembatan cinta ini, siapa tahu ketemu cinta #eaa. Sekitar 500 meter jembatan ini terbentang hingga sampailah ke pulau Tidung kecil.
Pulau Tidung Kecil tidak ditempati oleh warga, di dalamnya hanya berisi Balai Pertanian dan pepohonan yang dihiasi pemandangan laut yang luas. Ke Tidung Kecil kita tak akan menemukan apa pun tapi untuk mensyukuri nikmat Tuhan, apa salahnya tho?
Saatnya kembali ke Tidung, beristirahat sejenak sambil istirahat dan sholat. Tujuan selanjutnya masih berkeliling ke pulau dan tentunya agar dapat melihat sunset di ujung Barat pulau.
foto dulu #2


jembatan cinta

Sunset
Pukul 17.00 kami bersiap untuk nggoes lagi, nggoes lagi... jarak yang ditempuh cukup jauh, Guide kami dengan lihai menemukan jalan di antara semak belukar. Sempat bertanya-tanya apakah ada tempat nonton sunset tapi sesepi ini jalanannya. Seolah-olah ini pulau milik kami dan sepeda kami saja.
Kecewa juga ternyata mendung bergelayut tepat di piringan matahari, niatnya mau romantis-romantisan eh kami malah bergalau-galauan. Kebanyakan dari kami memang masih jomblo, kecewa tak dapat sunrise kami abadikan momen di pantai milik sendiri ini bersama.

Barbeque Time
Pulang ke cottage ditemani suara adzan di kejauhan dan warna lembayung jingga. Seolah tak habis perjalanan ini untuk hari ini, sudah ada santapan makan malam tersedia di kamar. Dengan lahap dan tak bersisa kami habiskan makanan ini sampai-sampai si Guide yang setia menemani kami datang dan membakarkan ikan barbeque kami.
Gak tega ngeliat mas-masnya membakar sendiri di depan cottage kita temenin dah di Saung sambil ngelihat bintang di langit, sambil main kartu werewolf. Ketika matang terhidanglah ikan laut tidak amis yang kita sendiri tidak tahu dari jenis apa. Sayangnya karena sudah kenyang oleh makan malam tadi ikan itu tidak habis. Sayang sekali.

2nd Day
Hari kedua jadwalnya kami untuk nyebur-nyeburan, persiapan dimulai dengan kami semua tidak mandi untuk mendapatkan momen nyebur yang indah. Dengan berbekal baju yang siap basah , pakaian kering di tas kami dan sarapan secukupnya bersiaplah kami untuk bertempur. Pukul 08.00 pagi mas guide sudah rapi jali dan siap mengantarkan kami ke perahu di pelabuhan Utara pulau, berseberangan dengan pelabuhan yang pertama. Kami mau ke penangkaran penyu di Pulau Pramuka. Lama perjalanan sekitar satu-dua jam, awalnya exited berada di laut tapi lama-lama ngantuk juga. Kebosanan itu sirna ketika tiba-tiba kita muncul di antara dua pulau kecil yang berdekatan dan Subhanallah, air lautnya berwarna biru kehijau-hijauan, airnya dangkal sepertinya dan luar biasa ini kami temukan lagi-lagi masih di DKI Jakarta, hidden paradise telah kami temukan.  Temanku mengatakan ini laguna, belum bisa di akui kebenarannya sih. Cuma ini keren.
berasa life of Pi

Foto di laguna

Penangkaran Penyu
Ternyata laguna tadi bukan endingnya, masih ditempuh sekitar 15 menit lagi perjalanan dan sampailah di Pramuka Island. Pulau ini setipe dengan Tidung namun lebih besar dan merupakan pusat pemerintahan dari kepulauan Seribu sehingga tak ayal cukup ramai. Penangkaran yang dimaksud tidak jauh dari pelabuhan dan tersebutlah penyu-penyu dari segala umur berada disini. Kesampaian juga memegang penyu dewasa dan kecil. Puas berkeliling penangkaran ini saatnya nyebur.
Penyu cilik-cilik

Snorkling time
Dengan peralatan yang telah disediakan antara lain : Savety vest, kacamata renang beserta selang untuk udara, kaki katak untuk mendayung, dan lotion untuk mencegah gosong kami berasa menjadi turis di negeri sendiri. Sebelum nyemplung kami pilih tempat yang strategis untuk melihat dasar lautnya. Guide kami sudah jago menentukan mana laut yang ombaknya kecil sehingga kami tidak cepat terbawa arus dan mana laut yang isinya bagus. Awalnya kami di bawa ke tempat yang cukup dalam, dan berlatih bernafas dengan mulut menggunakan selang ini. Susah juga beradaptasi terlebih air laut ternyata benar-benar asin. Kami pun diajari berdiri di atas karang, diajari berpose dalam air. Oia, guidenya telah membawa kamera dalam air yang merupakan fasilitas dalam paket ini. Yang jago guidenya tak memakai alat apa pun kecuali kacamata renang. Weits, jagoo. Anak pantai. Kami pun merasakan apa yang namanya arus laut, arusnya lumayan kencang dan airnya hangat daripada air sekitar. Ini tho yang pernah ada di Film Finding Nemo.
Foto lagi

ngambang dulu ah

Ngambang dulu ah #2

Bosan dengan tempat dengan terumbu karang yang sedikit kami diajak ke tempat yang sedikit lebih jauh dengan perahu. Sebelumnya kita diberi makan siang terlebih dahulu. Lapar juga rasanya setelah berdingin-dingin ria di laut lepas sampai lupa sudah tengah hari.
Spot berikutnya berada dekat dengan Tidung Kecil, kali ini lautnya lebih dangkal, terumbu karangnya lebih dekat dan ikan-ikannya lebih banyak. Takut juga karena kesenggol sedikit kaki pasti sudah lecet nabrak karang. Aku pun menjauh takut berdarah dan hiu pun mendekat (sedikit berfantasi). Sebelumnya kami sudah bekal nasi dari lunch kami yang tak habis, daripada di buang sayang mending untuk konsumsi ikan. Dan fantastis kami pun didatangi ikan beraneka jenis, snorkling dengan ikan-ikan. Wow, Cuma di Indonesia mungkin ya. Terumbu karang yang kami temui lebih beragam dan seperti hidup, walaupun aku tahu dalam pelajaran biologi terumbu ini merupakan animalia bukan jenis tumbuhan, dan mereka hidup seperti layaknya hewan namun memiliki zat kapur di dalamnya. Amazing, di laut dangkal ini kami bermain lebih lama karena sudah bisa beradaptasi dengan air asin dan sudah berani jauh-jauh dari perahu. Tapi waktu dan arus yang semakin besar membuat kami harus chao juga dari sini.
Permainan Air
Selama masih berbaju renang sepertinya kami belum puas main air. Di dekat pantai jembatan Cinta ada wahana air seperti banana Boat, Kano, dan lain-lain. Dan kami memilih banana boat dengan tarif Rp.15.000 per orang bisa di tawar sih sebenrnya asal jago. Naik kapal berbentuk pisang ini dengan dua kali di jatuhkan dengan keras lumayan juga. Kita juga bisa diajak berkeliling pantai jembatan cinta. Masih belum puas lanjut kami dengan perahu kayak, tidak semua main aku juga tidak. Aku habiskan dengan bermain dengan savety vest dan mengambang pantai dangkal ini.
Banana na na na

Background : jembatan cinta


Ayunan Air
Seharian itu baju sudah terlanjur basah dan kami pun puas. Maklum di Bandung gak ada laut. Masih belum puas juga kami pun mengayuh sepeda ke pantai ayunan dan disana ternyata pantainya sudah pasang sehingga ayunannya bisa menyentuh air. Dimulailah permainan baru yang kami ciptakan, main ayunan di atas pantai eh di atas laut denk. Super sekali mainan ini, salah satu anak naik di ayunan dan anak-anak yang lain mendorongnya sampai tinggi, nanti ia akan jatuh ke air laut dan sampai ke titik awal ia akan dilempari dengan pasir-pasir yang basah. Huuu. Hanya di kepulauan seribu kami menemukan games ini. Ada pula yang sengaja menjatuhkan diri ketika sudah di titik tertinggi, tentu saja jatuhnya di air laut dangkal. Begitu seterusnya sampai matahari sudah di barat. Sambil menunggu sunset kami duduk-duduk di jembatan kayu, puncaknya kami lompat dari situ.
Again, jihad paling pol



SILUET

Puas dengan segala yang ada kami pulang ke cottage saat adzan Magrib berkumandang dengan pakaian yang basah. Setelah makan malam dan sholat kami langsung tertidur pulas dan puas
.
3rd Day
Hari terakhir kami di Tidung tak banyak yang kami lakukan. Setelah subuh berlalu kami naik sepeda ke arah Timur (jembatan cinta) dan berharap bisa melihat sunrise disana sebagai tanda perpisahan. Sunrise pun terbentuk tak sempurna tapi bisa melihat keindahan Tuhan ini sudah cukup bagi kami.
sunrise

siluet sunrise


kaki

Kami pulang pukul 10.00 siang untuk kembali ke kehidupan nyata kami di Jawa, kembali ke Muara Angke. Tidung yang berada di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, meskipun bertitle kota metropolitan kesan Kep. Seribu ini sangatlah berbeda, bisa mengimbangi Jakarta yang angkuh dengan rutinitasnya. Semua berjalan dengan alam.
Mengunjungi Pulau Tidung bisa dibilang sesuatu, meskipun saya menulis ini sampai ribuan kata tetap saja tidak bisa mengungkapkan bagaimana perasaan ketika mengalaminya. Pengalaman memang indera yang terbaik untuk merasa. Tidak bisa diceritakan, hanya bisa dialami.

 Dana yang saya keluarkan disana hanya berupa biaya travel agentnya saja yaitu untuk tiga hari dua malamnya Rp 350.000,00 sudah termasuk semua fasilitas yang saya ceritakan diatas kecuali untuk permainan air berupa Banana Boat. Makan dan minum sudah dari sananya, jadi di Tidung tidak keluar apa pun lagi. Dan biaya transportasi dari Bandung ke Muara Angkenya saja. cukup worth it bukan untuk mencapai surganya air?
So #EnjoyJakarta, masih banyak tempat yang mungkin kamu belum jelajahi di Indonesia ini bahkan di ibukotanya sendiri. Tidung ini hanya seperseribu dari Kepulauan Seribu yang menyimpan mutiaranya untuk dijaga karena keindahan alamnya. Masih ada 999 pulau lain yang menunggu untuk dinikmati tapi tetep harus dijaga lho ya. 


Sosiana Dwi Ningih
seorang mahasiswa arsitektur dari Institut Teknologi Bandung

Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia
  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology