Nama dari kertas re-use pertama kali
aku dengar dari kampusku, ITB. Berawal dari zaman PROKM ITB (Pengenalan Ruang
Orientasi Keluarga Mahasiswa ITB) atau biasa dikenal dengan ospek dimana saat
itu kita diwajibkan membuat sebuah buku dari sisa kertas yang sudah tidak
terpakai lagi bagian belakangnya. Itupun awalnya aku salah dengar, aku kira
penulisan re-use adalah Rius. Maklum aku benar-benar anak desa yang lumayan
katro.
Sebenarnya konsep kertas re-use sudah
aku aplikasikan lama sebelum ini hanya saja dahulu aku tidak tahu istilah
kerennya. Biasanya aku menggunakan kertas sisa itu untuk coret-coretan rumus
saat ulangan atau latihan soal. Jadi hal itu tdak asing, namun kali ini lain
karena pemakaiannya agak dipaksakan.
aku yang merupakan anak baru dalam
dunia mahasiswa sekaligus pula anak baru di Bandung tidak tahu mesti berbuat
apa padahal spek tersebut harus tersedia esok hari. Kertas re-use tersebut
mencari dimana saja aku tidak tahu padahal aku sendiri baru saja pindahan ke
kos baru. Itupun belum semua barang-barangku terpindahkan.
Hal yang pertama yang aku lakukan
untuk memenuhi perintah membuat buku re-use tersebut adalah ke tukang
fotokopian. Karena aku belum punya kertas apa pun yang bisa di jadikan re-use paling banter adalah kertas legalisasi ijazah. Hal tersebut juga karena perintah kakak taplokku atau kakak
pembimbingku.
Pergilah aku ke Fotokopian terdekat
kosan, aku minta sama mas-masnya dan ternyata banyak yang mencari spek tersebut
sehingga kertas re-use itu sudah tidak tersedia lagi. Dengan akal cerdik
akhirnya kertas re-use tersebut aku hasilkan dengan cara memfotokopi kertas A4
biasa dengan sembarang data lalu kertas putih di baliknya aku gunakan sebagai
kertas re-use yang dimaksud oleh kakak-kakak itu. Sebenarnya dalam hati aku
pikir ini pekerjaan yang ekstra double, pertama memfotokopi kertas bersih
dengan sesuatu yang asal saja sehingga kertas itu telah di katakan
"re-use". Padahal "use" apa yang telah kita lakukan?
"Use" tersebut bisa dikatakan pemaksaan untuk penggunaan.
Telah lama semenjak kejadian itu aku
baru tahu jika penggunaan kertas re-use itu ada makna dan tujuannya. Ternyata
re-use bertujuan agar kita bisa menggunakan kembali kertas sisa fotokopian yang
biasanya selalu sisa bagian putih di belakangnya. Agar kita bisa hemat kertas
dan mendaur lagi kertas. Pada dasarnya kertas itu dibuat dari bubur pohon
sehingga semakin banyak kertas yang kita butuhkan semakin banyak pula pohon
yang ditebang. Mulia niatnya namun bagiku kacau implementasinya.
Pekerjaan macam itu bukannya malah
membuang-buang kertas baru dengan fotokopian hal yang tak berguna. Padahal
kertas yang difotokopi pada sisi sebelahnya bisa digunakan kan? Atau dengan
kata lain dua sisi kertas bisa digunakan jika kita tidak mematuhi aturan re-use
yang konyoll tersebut. Ini tak lepas dari andil salahku yang sudah mahasiswa
namun tidak bertanya lebih “Kenapa aku mesti nurut aja?” atau “Buat apa
pekerjaan itu?”. Tapi apa daya tidak semua orang punya kertas bekas di kamar
kosnya atau bahkan rumahnya. Tidak semua menggunakan kertas di rumahnya, karena
tidak semua keluarga bekerja dengan kertas. Atau anak baru sepertiku yang mulai
kuliah saja belum sudah ada kertas sisa.
“Harusnya kan kalian usaha mencari
kertas sisa!”
Kita bisa saja mencari kertas bekas di
perkantoran apabila sempat tapi apabila waktu tidak sempat apakah kita juga
mesti nurut juga?
Celotehku saat ini hanya ingin
mengungkapakan kalau penggunaan kertas re-use itu baik, kita bisa menggunakan
kembali kertas sisa yang tidak terpakai. Tapi hal tersebut tidak perlu
dipaksakan apabila memang tidak ada lagi kertas re-use. Kita gunakan saja
kertas biasa yang masih kosong sebagai spek kita tersebut. Dengan begitu sisa
kertas di bagian belakangnya bisa digunakan sebgai re-use di kemudian hari. Tidak
ada yang terbuang dan program recycle kertas masih dapat kita lakukan walaupun
tidak dengan doktrin spek kertas re-use.
Sampai saat ini saya yang masih ‘nurutan’
telah menggunakan hampir lebih dari 3 buku yang terbuat dari kertas re-use
bohongan. Dan saya telah menyesal berbuat hal bodoh tersebut.
Silahkan berkomentar, mahasiswa harus idealis!
Sumber : google.com
Categories: experience, Opini
fleksibel terhadap cara.
ReplyDeleteniatnya bagus, tp karena kaku dalam implementasi, ya jadinya malah menghasilkan akibat buruk yg lainnya.
mungkin aku hnya butuh satu buku tulis (bigboss) utk semua matkul dalam satu semester. wkwkwk,.,.
Ini buat acara di luar kampus mas, kayak ospek unit dll lah
ReplyDelete