Friday, 27 September 2013

IMA-G Bersama gARis Adakan Bakti Sosial

Posted by Sosiana Dwi On 4:49 pm
Sabtu sore itu setelah workshop Bingkai Kampung (7 September 2013), kami mencarter angkot untuk menuju daerah Dago Atas. Kegiatan yang akan kami lakukan adalah untuk menyalurkan sumbangan yang massa-G telah kumpulkan sebelumnya kepada salah satu yayasan anak jalanan. Pengumpulan sumbangan telah dilaksanakan sejak dua minggu sebelumnya di depan sekre IMA-G. Acara ini sendiri merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dilaksanakan oleh divisi Hubungan Masyarakat IMA-G dan gARis.
Pukul 16.00 kami sampai di tempat tujuan setelah sebelumnya mengalami kemacetan Bandung hari libur. Untungnya kami disambut dengan apik oleh pengelola yayasan yang dinamakan Kelompok Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika. Rumah singgah KPM Dewi Sartika ini bertempat di gang kecil yang berada di tanjakan dago,. Rumah kecil yang juga rumah tinggal pasangan suami isteri Pak Priston dan Bu Shanti ini adalah rumah kedua dari beberapa anak jalanan yang ditampung oleh mereka. Pasangan suami istri ini merupakan sebagian dari masyarakat yang sangat peduli pada anak jalanan di Bandung.
Awal mula kami menemukan yayasan ini adalah berkat proyek Program Kreativitas Mahasiswa Masyarakat (PKM M) yang diikuti oleh Sosiana Dwi N. (G’12) dan Fitri Sekar A. (G’12) yang tertarik pada anak jalanan yang sering berada di Simpang Dago. Setelah ditelusuri ternyata anak jalanan ini dibina oleh suatu yayasan. Pada awalnya mereka skeptis melihat anak jalanan ini dibiarkan bekerja di jalanan, mengamen dengan suara seadanya, dan bisa dimungkinkan uang yang dihasilkan digunakan untuk hal yang tidak diinginkan. Namun setelah mengunjungi langsung ke tempat tersebut, diketahui bahwa anak jalanan itu mengamen untuk mendapatkan uang jajan lebih. KPM Dewi Sartika inilah yang menyekolahkan beberapa diantara mereka dengan keadaan mereka yang juga seadanya.
Berdasarkan cerita di atas yayasan ini kami angkat untuk dibantu seadanya, terlebih sebagai mahasiswa ITB tentu sangat dekat dengan kegiatan yang ada di Simpang Dago. Hampir setiap hari ada mahasiswa yang melintasi tempat ini dan beberapa diantaranya pasti familiar dengan anak-anak yang sering mengamen di tempat ini. Dapat dipastikan bahwa anak-anak  tersebut adalah anak asuh yayasan ini.
Setelah memperkenalkan diri satu persatu rombongan dari IMA-G, Bu Shanti pun memperkenalkan pengurus yayasan yang beberapa diantara adalah mahasiswa di Bandung dan beberapa anak jalanan yang sedang berada di rumah itu.
Usia anak-anak ini beragam, mulai SD hingga SMP. Saat pagi mereka belajar di gedung sekolah, lalu sore mereka mencari uang jajan dengan mengamen di Simpang Dago. Beberapa di antara mereka adalah anak yang benar-benar tinggal di jalan karena tidak ada orang tua atau dibuang oleh orangtuanya selain itu berapa diantara memiliki keluarga dan rumah namun sering kali datang ke rumah ini.
Dalam rumah tersebut 90% anak sudah disekolahkan, sedangkan 10% nya lagi belum dapat beradaptasi dengan keadaan menetap/rutin seperti sekolah, seperti masih sering bertengkar, kekurangan dana, bolos sekolah, ataupun kembali ke kehidupan jalanan. Namun juga ada anak yang cukup berprestasi secara akademik, bahkan di antara mereka ada yang ingin melanjutkan jenjang akademiknya di ITB.
Menurut pengakuan dari Ibu Shanti, kehidupan jalanan adalah kehidupan yang keras. Mabuk-mabukan, ngelem, narkoba, mencopet, menipu, dan seks bebas adalah hal yang biasa. Awal mula beliau terjun ke dunia ini pun sedikit membuat beliau shock karena tak menyangka hal seperti ini bisa dilalui oleh anak-anak muda seumuran mereka. Ini pun tak lepas dari pendidikan yang kurang dari orang tua terutama kepada para ibu yang notabene sering berada di rumah dan mengurus anak-anaknya. Peran ibu yang sangat penting itu menjadi dasar Bu Shanti membentuk KPM Dewi Sartika. KPM Dewi Sartika menangani permasalahan anak jalanan dengan membina ibu-ibu dari anak-anak jalanan tersebut sehingga bisa memberi pengaruh baik kepada anak-anaknya di rumah.

Mendengar cerita tersebut, kami sebagai mahasiswa merasa peran kami belum terlalu terasa dalam menangani masalah seperti itu. Ketika kami bertanya tentang apa yang sebenarnya yayasan ini butuhkan, pihak yayasan mengembalikan pertanyaan itu kepada kami. Menurut mereka, kami mahasiswa ITB yang dianugrahi dengan tingkat intelektualitas yang baik tentu bisa memikirkan solusi apa yang bisa diberikan dengan melihat keadaan ini. Sebuah pekerjaan rumah yang harus kita cari bersama-sama penyelesaiannya.
Acara diakhiri dengan persembahan dari anak-anak jalanan berupa sebuah teatrikal yang diiringi lagu Indonesia Raya, Darah Juang dan Lagu Anak Jalanan. Persembahan yang sangat mengharukan dan menggugah perasaan. (JT)


Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

0 Opini:

Post a Comment

Bahasa menunjukan bangsa, jadi pergunakanlah bahasa yang baik dengan format sopan santun yang telah ada :)

  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology