Wednesday 30 November 2011

Senandung Suara Seruling Simpang Dago

Posted by Sosiana Dwi On 11:17 pm
Hari itu terik. Walaupun aku tahu seterik-teriknya Bandung tak akan lebih terik dari Purbalingga. Namun terik kali itu menyengat, ditambah lagi pertigaan simpang Dago adalah sumber kemacetan yang makin menyengatkan hari itu. Seperti biasa aku pulang dengan naik angkot. Sebenarrnya naik angkot adalah keterpaksaanku karena seharusnya aku bisa menaiki sepedaku kalau saja sepedaku tidak "dirampas dan aku (mungkin) tidak ceroboh.

Kembali ke angkot Kalapa - Dago yang berwarna hijau itu, aku duduk di belakang supir dekat dengan pintu masuk sekalgus keluar. Terik ini tak membuat pengamen di jalanan Ir. Juanda atau Dago ini pantang mendendangkan lagu-lagunya. Tak seperti biasa kali ini pemain seruling pun ikut mencari peruntungan. Hal yang baru pernah aku temui selama aku naik angkot Kalapa Dago ini. Alunan seruling ini merdu membuat mata ngantuk juga. Bapak peniup seruling itu adalah orang yang cukup renta usianya. Aku taksir umurnya sekitar 50an tahun. Namun aku tak ingin membayarnya karena teringat kondisi dompetku yang sedang cekak di akhir bulan.



Penumpang di depanku tepatnya yang duduk di sebelah pintu kanan masuk jika dilihat dari luar adalah seorang wanita muda berjilbab pink. Dia satu angkot dengan beberapa teman-temannya. Aku tak begitu paham apa dia anak ITB juga atau bukan namun jika dilihat dari gaya berbusananya dia adalah orang yang cukup modis. Karena Blackberry adalah salah satu gadgetnya.

Seruling tetap berdendang. Mataku sedang mengamati kemacetan dan tidak menyadari kalau wanita tadi yang sedang kuceritakan ternyata menutup telinganya. Aku sempat heran, begitu pula teman-temannya. Seakan tahu pertanyaan dari kami-kami ini dia berkata, "Kata hadits Rasullullah kalau dengar suara seruling kita harus menutup kuping, itu gunanya baca-baca hadits,".

Aku tersentak. Lebih karena aku baru pernah mendengar hadits seperti itu dan karena wanita itu berbicara dekat dengan mulut angkot. Dekat dengan pintu angkot berarti dekat dengan bapak peniup seruling itu. Entah dia paham atau tidak suaranya akan terdengar ke bapak itu.

Setelah perkataan dari wanita itu bapak itu menengadahkan uang dalam bekas aqua gelas lalu langsung beranjak pergi. Iya. Dia langsung beranjak padahal tak satupun dari kami sempat merogoh uang. Wanita tadi ternyata akan memberi uang namun tak sempat karena bapak itu telah ngloyor saja.
"Yah, gimana si Bapak. Padahal mau ngasih uang," ujarnya. 

Aku mengira pasti bapak itu merasa sakit hati dengan perkataan wanita tadi. Iyalah, aku juga merasa tersinggung padahal bukan aku objek penderita itu. Kalau aku jadi bapak itu tadi aku akan merasa sakit hati yang amat sangat. Salah satu mata pencaharian kita tiba-tiba dijudge sebagai pekerjaan yang dilarang (walaupun secara implisit). Padahal bisa jadi itu adalah keahlian satu-satunya milik si bapak, dan berarti sumber penghidupan si bapak.

Yah, aku kecewa dengan tindakan si wanita tadi. Aku tahu maksud dia baik, aku tahu maksud hati dia adalah berjalan di bawah tuntunan Rosullallah SAW tapi dan tapi bukan begitu caranya. Bukan begitu "menasehatinya" di depan umum dengan nada suara yang keras dan di dengar oleh penumpang lain. Itu akan membuat bapak tadi malu , rendah diri atau apalah itu namanya.

Setelah kejadian itu aku merasa penasaran juga akan kebenaran hadits itu. Aku buka google dan http://filsafat.kompasiana.com/2011/07/19/lagunyanyian-yang-dianggap-haram-oleh-sebagian-pihak/
dari yang aku baca hadits itu masih diperdebatkan dan masuk ke dalam kategori hadits mungkar. Dan hadits mungkar kedudukannya lebih parah dari sekedar hadits dhaif. Dan memang banyak sekali dalil pengharaman musik yang derajat haditsnya bermasalah. Dan wajar bila Abu Bakar Ibnul Al-Arabi mengatakan, “Tidak ada satu pun dalil yang shahih untuk mengharamkan nyanyian.” Dan Ibnu Hazm juga senada. Beliau mengatakan, “Semua riwayat hadits tentang haramnya nyanyian adalah batil.”Begitu kata Kompasiana.

Bagaimana dengan ini Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”. 

Sebenarnya kalau aku boleh memilih lebih baik aku menjaga perkataanku akan tajamnya lidah dan tidak menyakiti siapa pun daripada mempercayai hadits yang masih belum jelas tingkat kepercayaanya. Sama-sama menjalankan ibadah bukan?

:)

#melepas penat setelah bergulat dengan Kalkulus

Tuesday 22 November 2011

The Truely "Sang Penari"

Posted by Sosiana Dwi On 10:30 pm
Sebelumnya aku menulis tentang my experience membca buku Ronggeng Dukuh Paruk yang bukunya diangkat ceitanya dalam sebuah film.

Menari bukanlah bidangku, bukan pula minatku. Aku tak pandai mengolah gerak tangan menjadi sebuah liukan indah. Terlebih posisiku sebagai wanita jawa yang (seharusnya) lemah gemulai, santun, dan jika menari anggun mempesona bak putri raja. Aku tak terlalu seperti itu. Bisa si lemah gemulai tapi tidak terlalu luwes.

Semasa SMP ada pelajaran menari oleh ibu (yang aku lupa, yang pasti beliau lembut dan kulitnya amat putih) dan SMA pun ada. Tapi tak ada interest buat aku suka menari.

Hingga tiba aku di kampus Gajah Bandung ini. Saat Open House Unit (OHU) Pro KM kami mahasiswa baru di beri kebebasan untuk memilih unit sebagai ajang sosialisasi dengan lingkungan. Sebagai anak yang baru di-ucul dari kandang atau istilahnya dilepaskan jauh dari rumah aku sangat bahagia. Aku ingin berorganisasi, berkreasi dan tak ingin dikekang seperti jaman putih abu-abu dulu. Sehingga hapir semua unit aku datangi dan aku daftari.

Kokesma (unit koperaisan yang pada akhirnya aku lepaskan dengan telah membayar Rp 30.000,00 yang sekarang entah untuk apa)
Boulevard (majalah kampus, Alhamdulilah masih jalan)
U-Green (sebuah unit bertema lingkungan yang sangat berat untuk aku lepaskan sebenarnya kalau tidak mempertimbangkan jadwal yang tabrakan)
Persma (surat kabar mahasiswa, yang aku lepas karena sudah ada Boulevard)
KPA (angklung, aku tak pernah datang karena suda terlalu banyak personil)
UKA (Unit Kebudayaan Aceh, The most lasting, paling akhir daftar dan paling lama bertahan :) )

UKA, dari awal yang hanya iseng-iseng untuk mencari unit budaya yang juga sekaligus bisa olahraga. Saman mungkin jawabannya. Beberapa mengikuti saat latihan yang melelahkan , yang penuh emosi kadang kala , penuh lebam di kaki yang sebagai tumpuan, paha biru-biru karena sering ditepuk dengan keras, tangan lecet-lecet, huahhh. Namun sungguh walau sakit-sakit begitu tapi sangat menyenangkan bisa menari aceh yang butuh kekompakan.

Pesijuk atau acara syukuran bagi orang Aceh adalah tampil perdana di lingkungan kampus. Acara yang digelar bagi massa UKA yang merayakan wisudanya di ITB itu meriah. Aku menari tari Rateeb bersama kawan 2011 lainnya.

Foto bersamo anak UKA 2011 :D


Setelah Peusijuk kami kembali di buat sibuk oleh acara yang cukup besar. Festival Citylink, salah satu mall baru di kawasan Kopo Bandung mengundang kami dalam acara perayaan ulang tahunnya yang pertama dalam tajuk "Proud of Indonesia". Menurut kak Sabe salah satu manajemen tariku event ini adalah yang cukup besar dalam memberi dana untuk UKA. Sekitar 2 juta kami dibayar. WOW menurutku.

Dua minggu untuk latihan yang super sibuk. Untung tak ada UTS sehingga aku tidak terlalu keteteran. Dua Minggu untuk penampilan yang tak lebih dari 20 menit. 

Minggu, 20 November 2011 
dari sekre UKA kami bertolak sekitar habis dzuhur sampai di Kopo kami hampir kaget dibuatnya karena mallnya ternyata cukup besar.
Bikin anjlok jantung saat liat mallnya lebih besar dari BIP

Butuh 2 jam untuk berdandan , dan jam empat kami pentas juga .

Foto Bersamo penari UKA nan cantik dan abang-abang rapa'i dan syekh (Bang Herle, yang ditengah)
Bang zilal, Kak Arin, Kak Arma, Yaya, Nisa, Naya, Kak Sabe, Rina, Kak tika, Luthfan
AKU (=D), Tasa, Amel, Alfy, Kak Madam,, Kak Anjar, Vanie

Formasi : 
Kuning ::: Atas
Biru :::: Bawah

Ratoh, kami berdendang 
 Hai laotsaaaa.....

Yiiipppppp.... :D

ehm, manisnya pakai songket :P


aku sekarang merasa senang ketika menari, 
aku merasa akan berdendang ketika ada suara Rapa'i dibunyikan,
dengan tangan kosong ,
atau dengan musik dan lagu,
aku merasa senang ketika dentaman tangan menghentak dan memeca keheningan,
dan aku akan merasa senang ketika ada suara tepukan tangan,

aku menjadi sang penari,
sang penari yang tak pernah terjadi sebelum-sebelum ini,
wow
aku menari
dan aku bisa menari 
aku bisa menghbur hati

:D

Sunday 20 November 2011

First Impression sang Ronggeng

Posted by Sosiana Dwi On 12:29 am
Sang Penari
Beberapa hari yang lalu sedang booming film Sang Penari besutan sutradara Ifa Ifansyah.  Aku sendiri baru tahu kalau Sang Penari adalah film yang didasarkan dari novel terkenal Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) milik sang legendaris Ahmad Tohari. Yang membuat aku tertarik membacanya tak lain dan tak bukan karena sejarah dari AHMAD Tohari yang ternyata adalah orang Banyumas tulen. Sama sepertiku yang lahir dan dibesarkan sampai umur 17 tahun di Purbalingga (yah, meski bukan Banyumas tapi paling tidak satu rumpun, satu bahasa, dan satu karisidenan).  Ditambah , disini di kota rantau ini aku merasa menemukan kebahagiaan jikalau menemukan saudara sepertiku, saudara yang bisa berbahasa “ngapak “juga.  Jarang kutemukan para ngapakers itu dan dalam buku Ahmad Tohari aku menemukan saudara , seperti kawan lama yang tak pernah kukenal lagi.

Kawan lama. Semasa SMA aku sering melihat buku RDP sebagai pajangan di rak perpustakaan. Tapi pajangan hanya tinggal pajangan karena sedikit dari siswa menyentuh buku itu, padahal dari pihak sekolah menyiapkan buku itu dalam jumlah banyak dengan maksud tertentu juga. Aku salah satu dari siswi yang tega itu. Tak pernah melirik buku itu karena covernya yang tidak menarik. Seorang penari dengan gambar ala Zaman dahulu. Sangat tidak menari buatku di era internet dan komputer ini.

Lihat sampulnya yang jadul ini!! 



Namun kini berubah. Karena latah kehadiran Sang Penari di layar emas aku mendownload ebooknya. Hanya sekedar ingin membaca ceritanya sebelum menonton filmnya. Biasanya jika sudah begitu aku akan membandingkan antara film dan buku. Dan supaya lebh jelas juga membaca sudut pandang Ahmad Tohari dan sudut pandang Ifa.

Latahku berlanjut menjadi jatuh cinta. Aku jatuh cinta pada gaya bahasa Ahmad Tohari, aku jatuh cinta pada karakter-karakter yang ia imajikan dalam sebuah frame-frame adegan diskripsi. Dan terutama aku jatuh cinta pada Rasus. Lelaki yang mencintai Srintil, sang ronggeng dengan sepenuh hati bukan karena nafsu semata.
Aku jatuh cinta pada hal yang aku kira akan membosankan. First Impression ternyata tak akan menceritakan segala isi rupa dan warna. Beberapa buku yang  kulihat dengan sampul dan kata persuasif yang menaik namun isinya zonk. Hanya sebuah gembar-gembor yang tidak penting. Dan dari sebuah buku dengan cover yang amat tidak menarik ada sebuah cerita sarat makna. RDP, cerita kehidupan fakta masyarakat.

Yah, first impression juga harus diolah menurut hematku. Apabila kau mmebaca buku RDP dengan tanpa menyaring setiap detil kata dan adegan yang ia tuturkan , hmm bukan tidak mungkin kau akan menganggap ini adalah buku yang sarat dengan muatan pornografi dan kekerasan atau istilahnya saru. Tapi ini budaya, menurutku.

Aku jadi teringat guru bahasa Indonesiaku semasa SMA, Ibu  Sri Asmani yang sering kita panggil bu As. Beliau yang mengajar pelajaran B.Indo selalu di akhir jam sekolah selalu membuat kami terkesima. Disamping cara mengajarnya enak , komunikatif kami diajak belajar sastra lama dengan sesuatu yang menarik. Mendongeng. Itulah hal yang kami sukai dari beliau. Walau kadang sayup-sayup ceritanya mengalirkan kami ke lelap siang hari namun cerita-cerita itu membekas seperti cerita RDP ini. Membacanya selalu membuatku teringat gaya bercerita Ibu As, teringat beliau teringat cerita-cerita macam Senyum Karyamin,  Burung-burung Manyar, dll aku sendiri lupa apa saja ceritanya.

“Lihat segalanya , Lebih dekat. Dan kau akan mengerti”. Sepenggal lagu dari Sherina Munaf menyadarkanku lagi , seharusnya aku belajar lagi dan lagi untuk terus menginvetigasi masalah lebih dekat. Mengingat judging masih melekat padaku dan kehidupanku.

First Impression itu tidak berguna bagi manusia kritis. Akankah aku adalah korban dari kebodohan yang aku buat sendiri?

Semoga saja aku bisa merubahnya.
semoga

Saturday 19 November 2011

Misteri Hilangnya Uang Galon

Posted by Sosiana Dwi On 8:27 am
Minggu ini Jumat, Sabtu dan Mingguku banyak tersisa untuk libur. Praktikum fisika terakhir telah usai dan memang kuliahku hanya sampai pada tahap hari Jumat. Seperti biasa saat sedang liburan maka waktuku banyak tersisa untuk memeluk bantal, monyet dan selimut hangatku tercinta di kamar no 19 Asrama Baru Kanayakan ITB. Sisanya aku sempatkan untuk mencuci baju dan merapikan kamar yang memang sudah layak disebut kapal pecah.

Kebetulan hari itu adalah jatahku untuk membeli galon yang memang telah kosong di kamarku. Daripada aku mati dehidrasi aku segera menaruh galon di lantai satu dengan terlebih dahulu menyelipkan uang lima ribuan sebagai harga galon itu. Saat itu juga aku melihat galon kamar no. 20 (Kamar tetangga alias punya Dwi, Bangka) sudah terisi oleh air. Memang salahku menaruh galon itu sudah agak siangan sehingga tidak cepat-cepat mendapat isi. sekitar pukul 11.00 aku meletakkannya dan pukul 15.00 aku kembali turun dari lantai tiga karena hendak pergi ke kampus. Di serambi depan aku berpapasan dengan bu Asrama , aku menyapa dan menanyakan kabar galonku apakah sudah terisi atau belum.

"Sudah, itu galonnya sudah isi ada di pos satpam. Tapi tadi belum naruh duit ya?" ibu berkata.
aku keheranan, perasaan aku telah menyelipkan selembar uang lima ribuan di perekat. "Sudah kok Bu, saya yakin sudah. "kataku penuh keyakinan.
"Lha tadi amangnya minta uang lagi ke ibu, jadi ibu kira Sosi belum bayar. Mungkin ketinggalan kali atau jatuh uangnya?"
Aku berpikir keras, sepertinya sudah. Berbekal rasa tidak enak hati maka kuulurkan uang lima ribuan lagi sebagai pengganti uang galon yang tiba-tiba hilang. Kulihat dompet dan itu adalah beberapa lembar uang terakhirku (:'()

Aku beranjak ke kampus. Jatah voucher makanku adalah di Borju, salah satu kantin dengan predikat mahal di kampus. Sayang jika tidak di pakai, dan lauk yang tersisa adalah dengan harga sepuluh ribuan keatas. Sedangkan nilai jual dari Voucher beasiswa makan adalah enam ribu rupiah. Jadi aku harus menambah senilai empat ribu rupiah, tah tidak terlalu mahal untuk sapo iga dengan nasi daging dan taburan paprika. :p

Oke and then acaraku beralih ke ngumpul SAPPK untuk persiapan TPB Cup nanti sore. Perlu di ketahui dalam pertandingan ini tak hanya permainan yang di lombakan namun suporter dan kreativitasnya juga di pertaruhkan. Kami selalu mengenakan dresscode untuk setiap kali support ke pertandingan futsal. Hari ini kami mengenakan kardus sebagai proprti pertunjukan. Namun ada kejadian yang tidak diinginkan datang. Kamera dslr milik Gagas hilang. Padahal tadi kita bersama-sama terus di Campus Center (CC) Barat. Dan benda itu hilang dalam sekejap mata. Oh. nasib sedang tidak baik kepada Gagas. Semoga cepat ketemu ya Gas, sama seperti sepedaku yang cepatlah ketemu. :(

Karena lapar (lagi) aku dan Vanie memutuskan untuk jalan-jalan melihat stand makanan dari festifal kuliner Ocean Ovulution milik himpunan KMKL (keluarga mahasswa kelautan). Ada beberapasa stand makanan seperti sosis bakar, minuman, makanan jaman dahulu , sushi, dan Coto makasar. Karena penasaran pada Coto Makasar aku beranikan mencoba terlebih hari itu dingin pasti enak jika makan makanan yang hangat seperti soto walaupun harus hedon sebesar 15.000 rupiah.

Namun kehedonisan sore itu terbayar dengan sebuah kekecewaan. Saat aku mencicipi makanan itu dan aku merasakan coto itu dingin dan terlalu banyak bumbu yang asing di lidahku yang jawa ini. Kuahnya dingin , dan nasinya sudah agak bau dan lembek. Intinya tidak enak lah. Aku menyesal karen apasti itu jatah makanku selama beberapa hari mendatang.

akhrnya aku pulang juga saat pukul 23.00 , acaraku hari ini memang tak terlalu padat hanya latihan Ratoh untuk penampilan besok minggu di Citylink dan menonton pertandingan SAPPK lawan FTMD. Saat pulang aku menelusuri tangga di asrama baru berharap uangku yang lima ribu benar-benar terjatuh. Tapi nihil . Aku berhenti sebentar di kamar No. 20 dan aku bercerita kejadian hari ini hingga saat Dwi tiba-tiba mengeluh hal yang sama tentang galon yang uangnya raib seketika. Dia juga mengatakan galon yang tadinya terisi jadi kosong seperti ada yang menukarnya. Yang lebih menyebalkan penukaran galon itu tanpa disertai penggantian uang sehingga dengan kata lain Dwi membelikan seseorang galon dan dia harus memebeli galon lagi.

Terbukti korban galon hari ini tak hanya aku, tapi juga Dwi temanku. Kami kesal dibuatnya, siapa yang berani-beraninya melakukan itu. Walaupun hanya lima ribu tapi jika digabung maka akan tetap jadi banyak bukan? Uangku, uang Dwi, mungkin juga uang anak asrama lain. Asrama sudah tak lagi aman. Aku berspekulasi itu adalah anak asrama sendiri. Asrama dari calon insinyur Indonesia yang katanya adalah orang cerdas Indonesia. Mengapa mereka berulah bagai pencuri? hmm

Ironisnya dengan uang lima ribu yang kupakai sia-sia itu pasti dapat menyambung hidupku selama beberapa hari. Melihat isi dompet dan ATM-ku yang tak lagi tebal. yah, yah.  Gara-gara kehedonan yang membawa penyesalan tentunya uang lima ribu dapat menambah-nambah uang di kantongku yang tinggal tiga ribu rupiah. Aku sangat menyesal. Pelakunya  semoga dapat ditangkap dan tak akan mengulangi  kesalahan nista ini.

Aamiin,


ikhlas sos. :)



Friday 18 November 2011

Sepedaku Roda Dua

Posted by Sosiana Dwi On 2:24 pm
Aku mau curcol dikit nih.

Belum lama ini aku baru punya  "pacar" yang baru. Sekitar sebulanan yang lalu aku temui di daerah Kosambi Bandung. Jodoh, itu adalah jodoh yang diberikan oleh ibuku.

 Aku memanggilnya dengan nama Purcell Martono, walaupun nama aslinya adalah Pacific. Dulu ketika aku rasa sudah klik aku pun "berpacaran" dengan dia. Dialah yang mengantar jemputku setiap hari dari asrama Kanayakan sampai kampus ITB. Kami sering meluncur bersama bahkan kami sering balapan melawan supir angkot yang lewat. Tapi tetap kamilah yang menang,  Dan aku tetap duluan sampai kelas dibanding teman-teman yang naik angkot. Aku merasa senang sekali kala itu. Trima kasih pacarku yang baik hati. :)

Bahkan ketika temanku yang baru saja putus dengan pacarnya aku tetap menjaga baik-baik pacarku. Aku sesungguhnya tidak ingin kejadian seperti temanku itu. Namun aku lengah. Akhir-akhir ini tali yang kujaga antara aku dan dia mulai renggang dan rusak. Tapi aku tetap mencintainya. Tapi tetap saja aku lengah. :(

Hingga suatu sore saat aku mengajaknya jalan-jalan melihat atraksi wisudaan di kampus. Kampus berubah sangat ramai. Dan aku kehilangan jejak-jejaknya. Aku hilangkan dia ditengah malam, di sebuah malam minggu yang seharusnya spesial untukku dan dirinya. Aku meninggalkannya sendiri di bawah hujan bulan Oktober. Dan dia pergi bersama orang lain tanpa permisi. Sungguh sakit hatiku. :(

Tapi ini semua salahku. Mungkin dia bosan denganku. Mungkin dia ingin dimiliki hati yang lain. Mungkin dia ingin pergi dariku.

Tapi yahukah kau juga aku sangat kehilanganmu. Apa yang harus aku bilang pada ibuku yang telah menjodohkan kita berdua, aku telah terlanjur mengenalkannya pada ibuku. Ibuku sudah sangat puas.

Kini aku harus membayar mahal kepergiannya. Aku harus merebutnya dari seseorang atau aku harus mengumpulkan uang untuk membeli hati yang lain, yang lebih baik darinya sebelumnya.

kepada kekasihku Purcell tersayang,
kita telah melangkahkan hati pada kemonotonan naik dan turun,
pada turunan yang bernilai nol,
pada selang kota Bandung yang menyimpan sejuta cerita,
apapun turunan kedua yang cekung keatas atau kebawah kita jalani bersama,
sekuat tenaga aku mendorongmu,
sekuat hati ku mengayuh hatimu,
agar kau naik pada nilai maksimum,
dan turun pada minimum yang memberiku sensasi segar pada sela-sela sengal nafasku,

kini kau pergi,
hati hati ya,
moga kamu bermanfaat,
doakan aku dapat yang lebih baik darimu,
salam hangat,
kekasihmu...


to : Purcell Pacific Martono
dengan keadaan yang berlebihan



Puisi Galau

Posted by Sosiana Dwi On 1:50 pm
Puisi ini aku sempatkan tulis sewaktu aku masih dalam taraf galau-galaunya. Daripada dibuang sayang aku tuliskan kembali dalam blogku, :)


makian dendam kembali berdendang,
membusuk, menjadi kompos,
namun
kembali menumbuhkan pucuk-pucuk bunga di serambi rumahku,
akankah ku telan pahit buahnya,
seranum makian ludahku ini,
sehingga

kelu...
ketika kurasakan suara ini tercekat sepersekian inci dari hari itu,
sepersekian sekon membawaku pada rasa sakit pada kakiku,
untuk lepas dari sekedar kepura-puraanku,
bahwa aku terkena candu akan kepahitan ,
yang membawa kenikmatan untuk mencicipi  lagi dan lagi,

aku ingin kembali menghadirkannya,
mencium wangi ranumnya,
atau kini ia telah menjadi milik orang ,

tak adakah waktuku untuk mencuri kembali buahnya ,
menghadiahkannya sebagai santap malam-malamku,
sebagai obat rasa kantukku,
agar aku kembali tidur
tidur dalam pembaringan ini
selamanya sebelum aku tak sempat
menuju hari bahagia....

Sunday 13 November 2011

Balada Gembok dan Anak Kunci

Posted by Sosiana Dwi On 10:17 pm
Balada Gembok dan Anak Kunci


kesalahan memiliki sebuah gembok dengan hanya satu anak kunci saja
jika hilang dan semua bagai melayang

masalahnya ini adalah pintu hati
yang tak sembarang terbuka
terlebih bagi orang keras kepala,
sepertiku

yang hanya punya satu kunci untuk satu hati
satu kunci untuk kekeraskepalaan otak ini
untuk melelehkan ikatan kesombonganku yang telah lama berdiri

demi membuka gembok sesederhana ini saja
apa perlu mendobraknya?
dan menyisakan jejak retak di kepala kita?
itu adalah cara frontal yang menyakitkan

apakah sebaiknya kita buka saja pintu ini selebar senyum di hari sabtu?
hingga tak perlu ada anak kunci lagi
yang menjengkelkan
jika menghilang atau dibawa kabur orang

kita tak perlu mengunci kesendirian kita dalam arogansi kasih sayang
hanya demi satu anak kunci,
dan kita tak membutuhkan anak kunci lagi
hingga suatu saat,
di waktu yang tepat,


ironinya ada tangan yang menawarkan sebuah anak kunci
dan aku benci,
benci untuk mencoba menutup prinsip ini
benci karena gembok ini sepertinya mulai ingin bertaut pada geriginya
............................................?


Bandung, 22 Oktober 2011
sebuah anak kunci _sosi_

(perlu diketahui arti namaku, Sosi adalah kunci dalam bahasa jawa kuno. :))

  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology