Thursday, 22 December 2011

Ibu dan Kota Jogja

Posted by Sosiana Dwi On 10:43 am

Jogjakarta, 21 Desember 2012
Tengah malam ,menjelang pukul 00.00

Pukul 03.00 , kereta Kahuripan melaju dan meninggalkan stasiun Kroya. Stasiun yang selalu mengantarkan aku pada rumah dan rindu. Kali ini aku melepasnya , sebenarnya ada rindu yang menguak diantaranya utnuk segera kembali pada pulang. Tapi kali ini lain, aku akan beranjak ke Jogja lalu ke Klaten, Solo dan terakhir kembali ke kota masa kecilku, Purbalingga.
Pukul 06.00, Stasiun Lempuyangan menanti kami dengan hingar bingar kegiatan pagi. Jogja aku sampai pada beberapa kenangan. Okelah, rumah Najma menantiku dan Rini, teman satu fakultasku yang juga akan menghabisakan beberapa hari di Jogja. Taksi tanpa Argo antarkan kami ke depan sebuah pasar. Pasar Colombo namanya.
Nama pasar itu sudah tak asing lagi di telingaku. Saat aku mengalami masa yang berat yaitu SNMPTN tulis, Kaliurang KM 6 adalah tempat aku menginap. Sudahkah aku bercerita?
Dulu saat aku SNMPTN tulis aku mau tidak mau tes di Jogjakarta. Alasannya adalah saat itu aku juga tengah mencari beasiswa lain, Paramadina Fellowsip (PF) namanya. SNMPTN tanggal 31 Mei sampai 1 Juni, sedangkan PF tanggal 1 Juni pukul 10.00. Aku sempat bingung juga, mau pilih yang mana dari keduanya dengan pertimbangan aku dapat melanjutkan studiku dengan beasiswa agar tak ada beban bagi ibuku. Dengan segala kenekatan yang aku punya aku setujui kedua-duanya tentu dengan segala probabilitas yang ada. Aku ikut SNMPTN tes di jogja juga aku ikut PF jam sepuluh di hotel Ina Garuda, Malioboro. Keputusan yang kubuat dengan matang.
Sebenarnya yang paling berkesan dari penggalaman tadi adalah aku dan ibuku pergi ke Jogja  hari itu menggunakan motor. Dan ibuku lah yang mengendarai. Bayangkan! Ibuku tak lagi muda (48 tahun) dan dia adalah seorang wanita! Dari Purbalingga-Jogja (bahkan Klaten) ibuku yang mengendarai (Kau bisa menebak berapa kilo yang ibu tempuh). Aku tau ibuku lelah, panas menyengat dan membakar kulitnya, kakinya mengelupas di bawah terik matahari.
Ya,
 Ibuku memang orang yang sangat hebat dan sangat tangguh. Ibu rela melakukan apa saja demi kemajuan aku dan pendidikanku. Untuk menebus kesalahannya saat aku tidak bisa lolos undangan gara-gara pilihannya agar aku jadi dokter. Aku sangat terharu akan perjuangan ibu semua karena aku.
I Love U Mom.
Aku tak malu menceritakan kisah ini , tentang ibu yang kuat yang membesarkan aku dan kakakku sendiri setelah ayahku meninggal , kepada team juri PF 2011. Mereka juga tak kalah terharu, begitu pula teman-teman satu perjuangan PF. Menurutnya hal itu adalah hal yang sangat tangguh bagi seorang ibu.
Ibu bukan lah wanita yang glamour dan hedonis. Ibu sangat sederhana. Bahkan ketika aku dengan jahat meninggalkan ibu sendirian di tempat parkir Hotel Ina Garuda saat aku tengah wawancara, sungguh aku ingin ibu naik ke hotel dan bisa duduk di ballroom atau sekedar di serambi hotel. Walaupun ibu sangat sederhana dan penampilannya tak lebih dari seorang rendahan tapi aku berjanji ibu akan pernah merasakan menginap di hotel seperti ini bu. Menjadi orang yang terhormat dan dihormati, dan itu semoga karena perjuangan ibu untukku. Amien.
Ya , kami memang orang biasa, ibu orang biasa. Bukan ibu yang mengenakan pakaian terbaik saat ibu pergi ke pasar atau arisan. Bukan ibu yang tidak akan membuat malu kita kalau kita ajak ke pesta. Tapi ibuku adalah sosok yang lebih dari luar biasa. Saat ia tak mengenakan baju kebesaran pun, nama dan sumbangsih ibu lebih mewah dar segala perhiasan yang orang punya.
“Bukan dari seberapa berarti peran ibu di mata orang lain, namun dari seberapa sayang kasih ibu yang menemanimu, menunggumu, dan mendoakanmu.”
Jalan-jalan ke Jogja ini mengingatkanku pada kasih ibu saat itu. Pada Hotel Ina Garuda, pada UGM dan fakultas pertanian, Kaliurang, Pasar Colombo. Saat aku butuh sekali dorongan dengan segala keterbatasan fasilitas yang aku punya, ibu ada menemani. Men-support hari-hari kekecewaan ini dan mengobatinya dengan butir-butir doanya.
Aku menulis ini karena teringat hari ini adala hari ibu dan aku dalam beberapa waktu dekat akan menemuinya. Mengecup lembut tangannya dan berkata hasil dari hari-hari yang telah ia berikan selama ini. Semoga ibu bangga, begitu pula ayah kandungku yang telah tiada. Semoga ia tenang di alam sana.
Esok aku akan bertemu ibu, di Klaten :)

Categories: ,

0 Opini:

Post a Comment

Bahasa menunjukan bangsa, jadi pergunakanlah bahasa yang baik dengan format sopan santun yang telah ada :)

  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology