Mereka tidak tahu bagaimana dulu aku selalu bersemangat menegejar mimpiku. Walaupun itu hanya aku sendiri, aku berjuang di dalam keterbatasan yang aku punya. Kurangnya informasi, kurangnya fasilitas, tapi aku selalu bersemangat mencapainya.
Sama bersemangatnya seperti sekarang. Dimana aku sudah punya berbagai ragam informasi, hampir punya beberapa fasilitas, banyak kenalan , banyak cerita. Aku masih bersemangat sebagai objek yang mampu menge-share apa yang aku dapat. Aku bersemangat untuk hal ini. Aku merasa aku punya tanggung jawab untuk membaginya dan tak ingin ada rahasia. Terlebih aku ingin berbagi pada orang yang seperti aku dulu, bersemangat sekali mencari informasi.
Dulu aku adalah anak desa dengan segudang mimpi. Aku sekolah di kabupaten kecil yang amat sangat tidak ramai yaitu Purbalingga, Jawa Teengah. Aku sekolah di pusat keramaian, berharap anak desa yang jauhnya 13 kilometer ini tidak gaptek dan punya informasi lebih. Berharap bisa jadi Agent Of Change bagi kampungnya. Berharap lebih dengan mimpi-mimpinya.
Sampai suatu kali aku harus menyelesaikan studi dan meneruskan di jenjang perguruan tinggi. Aku tak ingin seperti halnya teman-temanku. Kuliah di tempat yang dekat sehingga bisa sering pulang. Jogja,Solo, Semarang adalah kota yang tak ingin aku tinggali untuk kuliah. Aku ingin Bandung ataupun Jakarta, tempat yang jauh ,setidaknya untuk Purbalingga sebagai patokan. Dan beberapa pertimbangan lain membuatku ingin di kedua kota tersebut. Aku sempat beberapa kali bertanya pada guru BK-ku dan sedihnya tidak direspon dengan baik.
"Buat apa jauh-jauh, di Jogja aja ada arsitektur kan? Di UGM contohnya. Ngpain di ITB yang jauh?" begitu kata-kata salah satu guru BK yang membuatku down.
Aku butuh dukungan,untuk aku yang keras kepala ini. Bukan penolakan yang tak beralasan. What the .... dengan kata jauh. Aku bisa mandiri dengan tidak terlalu boros pulang pergi kampung setiap weekend. So?
Aku mencari jalanku sendiri , aku juga mencari beasiswa dengan jalanku sendiri. Paramadina Fellowship dan Beasiswa Monbukagakusho aku lalui sendirian. Kecuali Bidik misi tentunya yang perlu ada keterkaitan pihak sekolah. Aku mencari info sendirian. Mba Dora salah satu almamater dari sekolahku yang kebetulan adalah mahasiswa SBM ITB sering aku rusuhkan. Setiap saat aku bertanya dan sering merepotkan. Mas Amiril , teman dari mba Dora juga aku repotkan untuk bertanya-tanya tentang BIUS (Beasiswa ITB untuk Semua).Aku merepotkan banyak orang, ya mungkin lebih karena aku tak ada internet untuk mengakses sumber informasi lebih.
Sekarang, aku sudah tinggal di Bandung. Telah hampir menyelesaikan studi satu semesterku. Alhamdulilah sekarang aku merasa siap membantu orang yang dulunya seperti aku , bersemangat mencari informasi dengan ketidakdukungan beberapa pihak.
Share info, sudah aku lakukan. Info pun tak sekedar info Universitas, tapi juga info lomba. Apakah aku terlalu bersemangat?
Apakah aku begitu?
Namun aku kecewa dengan beberapa penolakan yang aku alami. Aku kecewa pada sistem cara pikir beberapa orang diantaranya. Apakah mimpiku itu hanya aku yang punya? Mereka berbeda pendapat denganku? Atau aku yang terlalu berlebihan?
Rasanya aku ingin pindah saja pada kota yang penuh dengan semangat-semangat baru. Kota yang optimis pemuda-pemudinya. Kota dengan mereka yang penuh sejuta mimpi. Aku tak sejalan dan melawan arus. Aku?
Categories: experience
0 Opini:
Post a Comment
Bahasa menunjukan bangsa, jadi pergunakanlah bahasa yang baik dengan format sopan santun yang telah ada :)