Wednesday, 22 June 2011

Layang-layang

Posted by Sosiana Dwi On 4:46 pm
Layangkanlah padaku duka nestapamu,
Berharap akulah secawan obat bagi sakit itu,
Walau aku hanya racun yang menyayat sembilu,

Layangkan secarik kisah hari-harimu,
Yang merenggut jutaan sekon nafasmu,
Kau tau jawabanku : bosan
Tapi nyatanya itu yg aku tunggu

Layangkan suara desah amarahmu,
Hempaskan pada tubuh rapuhku,
Lalu tersenyumlah ketika aku tersenyum melihat senyummu,
Aku lambang rasa lalu nyawakanlah galauku dengan sedikit tentangmu

Layangkan gaung tawa candamu,
Yang akan memecah bungkus sepiku,
Dan menambal rumpangnya aku,

Layangkanlah sebait rindu,
Ya rindu,
Jika dan hanya jika kau masih punya itu


:berjalan dalam diamnya

Saturday, 18 June 2011

Antara Dua Gerhana

Posted by Sosiana Dwi On 1:52 pm
01-01-2010
Lepas tengah malam,aku dan alam berkata-kata. Gerhana bulan sebagian,
tampak bersemu di langitku. Aku mengharap akan bayangnya datang merayapku. Tak perlu bernaung pada sinarnya. Namun rupa-rupanya gerhanaku hanya sebagian, sebagian lagi adalah bara asa yg masih nyala. Aku tak benar-benar bisa menutup pigmen cahaya, dan kawah kawah kenangan itu, terlalu besar ku harus merebahkan kepekatan yang dalam, yang aku sendri tak yakin dimana jatuhnya. Awan-awan keraguan masih bergelayut rendah di pikiran kalutku. Gerhana yang gagal total, kuraba dan kubuat.

16-06-2011
Terlebih pekat malam kini, dia bercahaya, benderang dan berdering nyaring bagai genderang. Ingin kulemahkan syaraf keinginanku untuk berhenti bernostalgia dengan lagu terang yang meradang.
Lalalalala.
Nada malam yang dingin, menggigilku dalam selimut udara Juni.
Lalalala
Hanya sumbang yg berdendang di telinga. Meredam terkaman serigala padang walau akhirnya ia menang. Menyeringaiku dipeluk mimpiku.
Hah..
Total total dan total.
Kini aku ingin mencipta gerhana total. Yang lebih indah dari sementara, tapi lebih perih daripada lara.
Menjadikanmu suar-suar cahaya yang melesat cepat, sudah cukup dari hebat.
Gerhana, kembalikan aku pada gelap, pada keadaan yang buatku kuat. Aku lelah berpura-pura dan aku ingin tidur sementara, pagiku menanti di horison hati.


Ini Ceritaku, Apa Ceritamu?

Posted by Sosiana Dwi On 1:51 pm
Waktu aku pulang sekolah, aku biasa nunggu bis di pertigaan. Bisnya lama,aku laper lagi, pengen makan indomie deh nek sampe rumah, ya udah aku FB-an plus smsan ditemenin Hesy, adik kelasku disampingku daripada kruyuk2. Ijig-ijig bin tiba-tiba ada orang gila,yg biasa nangkring disitu, ndatengin aku ma Hesy, padahal biasanya ga pernah, biasanya cm duduk. Trus terjadilah monolog Pak Gila yg berdiri berkacak satu pinggang:
G : Hapenya Sony ya?
A : (diem..."Bisa baca juga ni orang".. Mule deg-deg ser, duduk salah tingkah)
G : Wanita itu dijaga baik, hape itu sony.. Sony itu On. On itu berdiri... Bla bla (anu tdk jelas)
A : (ngmg apa si?==)
G : kamu ngerti?uang kalo udah siap itu diambil. Kamu ngerti?
A : (ngangguk2, berharap cepet pergi, maaf baune juga kagak enak ==)
G : zat besi itu ada di aliran darah. Kalo rusak nanti ga bisa kencing. (Hah?) Bla bla... (Mantan guru biologi apa ya? T.T)
G : Suwarno itu nama saya. (oh..). Kalau sudah siap harus diturunkan! (Tegas, kaya bekas ABRI deh,multi profesi apa ya?==)
A : (keringet dingin, duduke geser2, ngremes tangan Hesy yg kayaknya salting juga,meh nangis)
G : bla ...bla... Bla (15 menit ceramah dhewek,dengan tema beragam,aduh pokoke ngmg saru lah,T.T, mana diketawain tukang becak lagi,sopir angkot, tukang ojek,penumpang ,,pada ga nolongin koh,)
G : km mau liat tanda ular?
A : (geleng2 moga mau pergi,pgen kabur mbok dikejar2 T.T)
G : ini lho (nunjukin telapak tangan. Aku langsung geser,huft. Pada ngetawain lagi)
G : Hape itu tdk sehat. Jangan pake hape. Apalagi km anak perempuan. (oh,ga lagi2 pgang hape di dketmu pak pak T.T)

Wah,untung ada bis. Kita langsung ngacir. Orang gila marah2 lagi. Lah mbuh. Yang penting selamet. T.T

A : Ngimpi apa koh? Trauma kye. T.T
H : Mbuh, dhewek diomeih, diajari wong ra waras. Apa dhewek lewih ora waras ya?
A : Hah? Mbuh kue tah. Iya mbok. (Aku mau nangis)
sampe rumah pas mau bkin indomie aku jadi keinget orang gilanya pake celana dari spanduk indomie. Ah, jadi ga nafsu makan. pak pak. T.T

Mengenaskan. Ini ceritaku, apa ceritamu? T.T

Wednesday, 15 June 2011

Langit di Bulan Juni

Posted by Sosiana Dwi On 1:32 pm
Kabut tak bisa dibilang tipis. Seperti biasa,
Pagi sebelumnya aku tak mampu menyingkirkan selimut yang menghantam mataku, malas.

Fajar. Subuh ku terbangun enggan.
Seketika fajar, kamu hadir disaat aku tak ingin kamu tampak.

Aku kini di ruteku yang rumit tak semulus dulu. Saat bayang masa lalu, bintang di langit bulan Juli, menguar di langit-langit hidupku. Aku tak ingin mabuk lagi di dalamnya. Alkohol yang hampir meracuniku.
Kata itu bius bagi orang bodoh macam aku. Sudah aku tutup rapat candu itu di gerhana bulan, tempat kita bermain alam.

Tapi angan itu masih menyesak di kalbu, walau ada ragu untuk mengaku. Aku, dulu, kini, masih resah pada langit yang masih sama.

Langitku bulan Juli, sudah lama gelap. Semoga kini cerah dengan bintang baru, siang atau malam yang mengiringi. Aku tak mampu mengadu lagi kecuali pada malamku. Aku tak bisa resah lagi di bawah payung kesadaranku.
Mungkin kini ku telah waras dengan apa yang dinamakan cinta.

Atau, malah sebaliknya.

Ditulis dalam langit di bulan Juni.

Tiga Belas Kilometer

Posted by Sosiana Dwi On 10:44 am
Sementara yang lain lalu-lalang dengan motor besi pribadinya, aku slalu dan masih bertahan selama 6 tahun dengan Mercy Orange dan Bis antar jemput, yang stiap kali lewat berganti supir. Hehehe. Guyonan untuk menertawakan diri sendiri adalah hal yang paling menyenangkan untuk menikmati hidup yang kadang lebih rumit dari trigonometri.

Tigabelas kilometer, jarak peraduan dan ilmu. Kadang mengeluh adalah senandung basi yang tak berguna di tengah lamanya menunggu mobil atau kecamuk matahari saat di zenit yang membakar kerongkongan dan meneteskan liur.

Setengah enam pagi dan tak boleh telat atau aku akan ketinggalan momen ini. Sarapan sederhana tak pernah lupa. Langsung saja aku berdiri menunggu bersama orang yang akan ke pasar dengan beragam dagangan. Jika musim panen padi tiba kadang ibu perkasa yang akan 'nggosok' (mencari sisa-sisa batang padi untuk dijadikan beras- setidaknya itu yg aku tahu-) dengan karung beras dan topi caping yang setia menemani. Bis yang kami tunggu datang dengan bergegas, was-was bis lain datang mengejar pundi-pundi uang di depan sana. Perjalanan pagi tak begitu ramai, sepi namun pasti. Bis melaju dengan tergesa, jalanan yg tak rata membuat wajah kantuk kami brsungut-sungut. Sekedar musik campursari ringan pengantar perjalanan ini membawa beberapa orang dalam diam, lamunan atau kantuknya.

Mentari yg rebah di persawahan, memantulkan butir emas dan berlian di tiap tetes embunnya. Atau serpihan cahaya jingga yang berserakan di atas Kali Klawing. Live show, stiap kali pagi mengantarkan senyum pada bumi.

Tiga belas kilometer, beragam golongan pernah kujumpa. Nenek dan kakek yg setia, anak lelaki yg badung dan duduk di atap, bapak tuna netra yg selalu duduk di tempat yg sama, orang gila yg pandai berorasi dan fasih menyanyi dangdut, tukang obat dan rambut gimbalnya, kecelakaan kecil, bemacam buruh wanita, beragam pula seragam dari beragam sekolah, bau menyengat padi dan wajah yg terbakar matahari, wajah lelah, sepeda dan kakek tua, atau kambing baru dan cucunya. Banyak dan masih banyak cerita tak terungkap dalam satu perjalanan.

Tigabelas kilometer, itu tak ingin dilupa. Dalam keserderhanaan dan kesahajaan ia bercerita bagian kecil dari dunia.

Dari 13 km aku ingin menikmati lebih dari ini, puluhan, ratusan, bahkan ribuan kilometer cerita sang pencipta. Ingin kutempuh macam-macam kisah untuk kubawa pulang ke peraduan terakhir.

Purbalingga, 13 Juni 2011.

Alam Ber-Cerita

Posted by Sosiana Dwi On 9:57 am
Langit sudah gelap, tapi urusan ban motor Awan yang bocor masih saja belum beres. Kami menuntun motor di jalanan yang naik dan melewati belukar sepi nan gelap, mencari sedikit pertolongan. Terlebih sisa hujan makin melembabkan jalan ini.
"Siapa suruh telat jemput les?"kataku ketus.
"Masa mau menyalahkan alam? Siapa yang tahu bakal hujan?"jawabnya tetap santai seolah kejadian ini tak terjadi.
"Kenapa ndak bawa mantel si?"aku tetap ngotot dengan sikapnya.
"Sudah kita nikmati apa yang ada saja." Dia tersenyum dan berhenti menuntun motor. "Aku tau kamu marah, tapi alasanku tidak mengada-ada. Hujan tadi sore ga akan bikin aku lupa padamu." ia tersenyum menerawangku dan kembali menuntun motor tuanya.
Aku hanya diam.
Ia berkata lagi seolah tau aku bimbang,"Bulan selalu terlambat 48 menit setiap hari. Tapi selalu ada alasan untuk alam." ia diam mengamati aku yang masih sedikit kesal dan membuang muka apalagi mendengar teori permainan alamnya.
"Lihatlah! Selalu ada bintang setelah hujan," ia berseru,
"Lihat ke atas! Kalau motorku ga mogok kamu ga bakal lihat itu." katanya agak kesal pada sikapku.
Aku kaget pada apa yang aku lihat saat aku mendongak. Seakan bintang begitu dekat menyapaku.
"Tuhan selalu punya rencana lewat alam." dia mengakhiri sajaknya.
"Maaf,"ujarku mengaku lirih.
"Ada meteor!"
Aku mendongak lagi, "Mana?"
"Di senyummu." dia tertawa penuh kemenangan.

Begitu pula aku. :-)

....
Untuk awan yang jauh di langit sana. FF pertama lho. Ngawur bgt. Jelek banget. maklum ya, :p

Ini Arti Sebuah Penghargaan?

Posted by Sosiana Dwi On 9:54 am
Angka 13 yang telah diberi tanda itu tak lepas ia pandangi pada secarik kalender 2009 yang kini menguning. Siti tak sengaja menemukannya ketika ia sama sekali tak berharap memandangnya lagi. Di dinding beranyam bambu, pigura kayu sengon buatan ayahnya adalah hasih dari sejarah yang ia toreh. Ketika ayahnya meninggal pigura itu adalah buah tangan terakhir dari ayah sekaligus hadiah termanis untuk ayah.

"Piagam Penghargaan,nama : Siti Amanahasal sekolah : SMA 1 KarangpingitSebagai peraih medali perak, Olimpiade Sains Nasional Astronomi," bacanya dalam hati seakan masih tak percaya gadis kampung sepertinya mendapat hadiah itu. Ia mengingat, sebulan setelah itu senyum tak lepas ia sunggingkan, seolah menghapus keringat dari ratusan tangis yang ia terima. Kotak medali perak yang ia perolah menjadi perhiasan termahal miliknya hingga kini.

"Nduk," rintih ibunya yang sakit keras di kamar sebelah."Ibu mau dibantu berdiri."suara tak berdaya ibu mengagetkannya. Bergegas Siti meninggalkan fatamorgananya yang lalu.

Dulu dan kini adalah dua dunia yang beda. Menemani ibunya yang sakit adalah hiburan di kala ia merajut pintalan bulu mata dan air mata. Bekerja adalah pilihan terakhir, alih-alih menjadi mahasiswa. Sebulan menjadi berita headnews koran lokal. Namun setahun setelahnya?
...
Ia terlupa begitu saja, tanpa lanjutan apapun dari segala upaya. Apa mimpinya akan ambruk seperti tiang pilar gubuknya? Atau rapuh seperti tubuh tua ibunya?
?

: terinspirasi dari Reportase Trans 7 tadi sore. Jangan sampai ada cerita nyata seperti yg saya buat. Walau kenyataannya banyak. Ia tak kelihatan hanya karena ia bukan jd juara 1. Tak berarti dia kalah ,iya kan?

Tuesday, 7 June 2011

Alhamdulillah...buku pertama saya telah terbit, berikut endorsement dari berbagai temen-temen penulis dan beberapa orang yang pernah membaca, serta detail dari buku "MENGALIR BUKAN AIR: Percikan Spirit Hidup".
Penulis: Imaroh Syahida, Ika Feni Setiyaningrum, Vico Luthfi Ipmawan, Lia Nurul Husnah, Galih Annisa Hakiki, dan Meita Wulan Sari Penerbit: Leutika Prio, Yogyakarta Terbit: Juni 2011 Tebal: 125 halaman Harga: Rp. 31.300,00 ISBN: 978-602-9079-98-2, Pemesanan via sms 085726291001 (vico)

“Mencermati buku yang satu ini, karya enam penulis, kita dibawa larut dalam renungan, sekaligus tulisan demi tulisan yang menginspirasi. Buku yang menyemangati dan menyimpan pembelajaran.”(Pipiet Senja, penulis buku Dalam Semesta Cinta).

“Limpahan makna yang diracik dalam buku ini memaksaku untuk merenung, menyelami kembali arti hidup.”(Rahman Hanifan, penulis buku Journey of Life: Setiap Jejak Adalah Makna).

“Hidup adalah pertautan antara dirimu dan alam, sedang alam adalah pancaran kuasa Tuhan. Keberhasilan mengenal diri, alam, dan Tuhan merupakan kesuksesan besar seorang makhluk. Buku ini menuntun kita meraih semua itu.”(Nafi’ah Al-Ma’rab, penulis buku Belajar Kimia dari Al-Qur’an)

“Tulisan dalam buku ini ibarat investasi berharga bagi Anda yang mendambakan inspirasi kehidupan. Ketika Anda membaca setiap bagiannya, Anda akan diajak untuk berhenti sejenak merenungi makna hidup dan kebaikan di sekeliling Anda yang selama ini terabaikan.  So inspiring...”(Dhony Firmansyah, BioMotivator Pemenang Kehidupan).

“Sisi lain keadaan. Itu yang ditawarkan dalam buku ini. Bermakna dan semakin bermakna saat diselami.”(Angga Kusuma, Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Yogyakarta 2011-2013)

 “Kumpulan tulisan dengan pilihan bahasa sederhana, namun memikat. Setiap tulisan yang tersaji selalu ada hikmah yang bisa diambil. Hikmah yang menambah pengalaman batin pembaca untuk bisa menyikapi hidup agar menjadi insan mulia.


Para penulis jeli mengambil tema kehidupan di sekitar kita, tapi kita tidak menyadarinya. Para penulis mampu memaparkannya dengan menarik.”(Sapta Rini Hinonah, guru bahasa di SMK N 2 Salatiga dan SMA Muhammadiyah Salatiga, Jawa Tengah).

“Para penulis buku ini berhasil menyarikan peristiwa di sekitar kita. Memenuhi cawan dengan perkataan hikmah, memberi kesegaran, dan semangat baru untuk tetap berkarya!”(Mustaghfiri Ramadhan, Ketua UKKI Jama’ah Al-Mujahidin Universitas Negeri Yogyakarta periode 2011).

 “Semoga buku ini dapat menjadi salah satu sarana berbagi ilmu dan penyemangat kita untuk terus berpikir, berjuang, dan berkarya dalam kebaikan di medan kehidupan.”(Ratih Fitria Putri, S.Si., M.Sc., Staf Ahli Hubungan Luar Negeri Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI)-Mahasiswa 2011&Alumnus Chiba University Japan).

“Sekitar 42 tulisan di buku ini benar-benar percikan yang menggugah hidup. Layak dibaca!”(Edo Segara, penulis, www.edosegara.com).

  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology