Sabtu siang,pelajaran terakhir, di salah satu ruang sekolah yang menguar bau terpentin kami memulai. Kanvas putih bersih itu akan kami lukai. Dengan tajamnya batu grafit yang kami asah tajam.
Kami tak terlalu pandai untuk memulai. Bahkan kami takut untuk memulai. Padahal kami punya sketsa-sketsa indah di kepala kami. Akan lukisan yang berwarna-warni, tentang air yang mengalir di lembah surga atau pelangi yang membias di kaki langit. Dengan berat hati kami hitamkan kanvas putih kami. Seperti halnya bagaimana kami memulai mimpi kami, dengan angan-angan yang begitu indah namun terlalu sulit untuk memulai. Awal dari mimpi adalah memulai.
Sesudahnya kami menyadari sketsa kami paling tidak persis seperti bayangan kami. Walau ada benjolan cacat di beberapa tempat namun inilah pondasi kami untuk memulai. Garis hitam batu grafit sebagai pembatas kefokusan kami. Kami pemula yang menyadari ada aturan-aturan nan mengikat. Suatu saat kami secara tak sadar tahu akan batas garis itu, nanti. Karena kami masih terikat peraturan.
Ya,kami punya pola itu, kami punya masalah itu. Yang kami butuhkan hanya cat-cat berwarna yang menempel pada kuas kami. Kami punya tangan untuk mewarnai kanvas putih kami. Mungkin dengan warna-warna cerah maupun warna nan suram. Tapi itulah kami, mengisi kekosongan pola hidup dengan jutaan pigmen warna. Perwujudan mimpi kami akan hampa tanpa warna itu.
Sesekali kami butuh minyak terpentin untuk melepas kepenatan hubungan kami, cat minyak itu. Di palet itu kami bercampur menjadi satu dari beribu. Seperti hari-hari kami karena bersama. Kami berbeda namun berwarna.
Lihatlah,lukisan kami. Kami pemula, namun lihat. Oh, mungkin tak seindah bayangan kami sebelumnya. Tapi setidaknya kanvas kami indah berwarna akan warna-warna yang sembarang kami tempakan. Bukan putih yang membosankan. Usaha kami akan keberanian memulai.
Dan lihat satu diantara kami bahkan mendapatkan lukisan lebih indah dari bayangannya. Ia berani mengekspresikan warna. Dan ia dapat hasilnya. Maka sesungguhnya bukan seberapa bagus kita memimpikan sesuatu namun seberapa besar usaha dan keberanian kita. Karena kami punya warna yang memperindah kami.
Bagiku ini adalah filosofi melukis dalam kanvas.
Dedicated for XII science 4,Bandit.
Kami tak terlalu pandai untuk memulai. Bahkan kami takut untuk memulai. Padahal kami punya sketsa-sketsa indah di kepala kami. Akan lukisan yang berwarna-warni, tentang air yang mengalir di lembah surga atau pelangi yang membias di kaki langit. Dengan berat hati kami hitamkan kanvas putih kami. Seperti halnya bagaimana kami memulai mimpi kami, dengan angan-angan yang begitu indah namun terlalu sulit untuk memulai. Awal dari mimpi adalah memulai.
Sesudahnya kami menyadari sketsa kami paling tidak persis seperti bayangan kami. Walau ada benjolan cacat di beberapa tempat namun inilah pondasi kami untuk memulai. Garis hitam batu grafit sebagai pembatas kefokusan kami. Kami pemula yang menyadari ada aturan-aturan nan mengikat. Suatu saat kami secara tak sadar tahu akan batas garis itu, nanti. Karena kami masih terikat peraturan.
Ya,kami punya pola itu, kami punya masalah itu. Yang kami butuhkan hanya cat-cat berwarna yang menempel pada kuas kami. Kami punya tangan untuk mewarnai kanvas putih kami. Mungkin dengan warna-warna cerah maupun warna nan suram. Tapi itulah kami, mengisi kekosongan pola hidup dengan jutaan pigmen warna. Perwujudan mimpi kami akan hampa tanpa warna itu.
Sesekali kami butuh minyak terpentin untuk melepas kepenatan hubungan kami, cat minyak itu. Di palet itu kami bercampur menjadi satu dari beribu. Seperti hari-hari kami karena bersama. Kami berbeda namun berwarna.
Lihatlah,lukisan kami. Kami pemula, namun lihat. Oh, mungkin tak seindah bayangan kami sebelumnya. Tapi setidaknya kanvas kami indah berwarna akan warna-warna yang sembarang kami tempakan. Bukan putih yang membosankan. Usaha kami akan keberanian memulai.
Dan lihat satu diantara kami bahkan mendapatkan lukisan lebih indah dari bayangannya. Ia berani mengekspresikan warna. Dan ia dapat hasilnya. Maka sesungguhnya bukan seberapa bagus kita memimpikan sesuatu namun seberapa besar usaha dan keberanian kita. Karena kami punya warna yang memperindah kami.
Bagiku ini adalah filosofi melukis dalam kanvas.
Dedicated for XII science 4,Bandit.
Categories: experience
0 Opini:
Post a Comment
Bahasa menunjukan bangsa, jadi pergunakanlah bahasa yang baik dengan format sopan santun yang telah ada :)