Mengunjungi Jogja pada 1 Desember 2012 lalu bukanlah
yang pertama kali pada tahun 2012 ini. Beberapa bulan yang lalu saya juga
sempat mengunjungi kota budaya sekaligus kota pelajar ini. Namun perjalanan ke
Jogja sebagai ekskursi program dari mata kuliah Arsitektur Nusantara kali ini terasa berbeda dari perjalanan
sebelumnya. Selain karena saya bisa karyawisata bersama teman-teman seangkatan
dalam prosesnya perjalanan ini memberikan tambahan nilai-nilai yang tidak saya
rasakan ketika dulu. Eksistensi saya sebagai mahasiswa arsitektur kali ini
muncul ketika materi yang telah saya terima sebelumnya pada ruang kuliah
dipertemukan dengan contoh-contoh real bangunan tradisional maupun vernakuler
di Jogja.
Pertanyaan lain adalah bagaimana mereka
bisa mempunyai rancangan desain candi yang cerdas dan bisa bertahan sampai saat
ini? Contohnya saja di Candi Borobudur, mereka dengan pas menyatukan dan
merekatkan batu satu sama lain. Ada bagian yang menampakan sambungan batu
seperti sambungan ekor merpati, lego, yang sistemnya sebenarnya sederhana namun
mereka telah berpikir mendetail.
Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia
Dalam ekskursi atau bisa dibilang
perjalanan untuk bersenang-senang (KBBI) ini ada beberapa tempat yang kami
kunjungi antara lain Candi Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, Tamansari, Keraton,
Masjid Agung Yogyakarta, Kulonprogo, bahkan Jalan Malioboro. Kesemuanya
menorehkan pengalaman sendiri terutama di sketsa-sketsa pikiran saya yang sudah
termodali beberapa penjelasan dosen.
Candi
Prambanan, Borobudur
Langkah awal kami mengunjungi candi-candi di daerah
sekitaran Jogja, candi ini sudah tidak asing bagi saya karena saya pernah mengunjunginya
ketika saya masih remaja. Tujuannya ketika itu hanyalah ingin berwisata
menikmati keindahan karya manusia zaman kerajaan di Indonesia dahulu kala
sembari berfoto-foto. Hanya itu dalam pikiran saya dan juga teman-teman saya
dahulu. Perjalanan kali ini terasa lain meskipun panas menyengatnya masih sama
seperti dulu. Karena kami wajib mendokumentasikan dan mencermati relief di
candi saya jadi bisa mencermati bagaimana manusia pada jaman sebelum teknologi
modern bisa membangun sebuah monumen seperti candi, mengukir cerita pada .
Borobudur |
Pertanyaan muncul melihat bagaimana cara
memindahkan batu-batu besar lebih besar daripada kepala dan lebih berat dari
tubuh manusia itu sendiri. Terlepas dari konspirasi adanya campur tangan alien
(saya pernah membaca tentang ini, seperti halnya piramida dibantu oleh mahluk
asing dari negeri antah berantah) saya merasa memang ada kekuatan dahsyat yang
telah membantu mereka , manusia pada dinasti hindu-budha tersebut. Menurut saya
kekuatan besar itu ternyata bersumber pada kekuatan religius bernama Tuhan.
Tuhan dalam konteks hindu budha tentunya merujuk pada dewa terlebih kepada
hindu yang polytheisme. Kejayaan dinasti dan kesetiaan pada Tuhannya membuat
saya kagum, pada masanya mereka bisa berambisi untuk menuhankan kepercayaan
mereka dengan sebuah candi yang besar. Keterbatasan sepertinyya telah
menerbitkan jalan keluar berupa teknologi dan kecerdasan yang luar biasa. Saya
yakin pada zaman sekarang pun apabila ada manusia yang punya ambisi pasti bisa
menciptakan sesuatu yang lebih dari Borobudur maupun Prambanan
Selain itu adanya tali air dan
kanal-kanal yang tidak lupa mereka buat di bawah struktur candi. Tali air
dibuat juga tidak begitu saja dilepaskan, mereka membuatnya secara aestetik.
Bahkan mereka telah memberikan kesan filosofis dengan menempatkan mereka di
bagian ujung-ujung candi sehingga seolah-olah air itu memancar bak pancuran ke
segala penjuru arah. Perencanaan saluran air ini tidak lain karena adanya
faktor alam di Indonesia yaitu hujan yang tidak pasti kapan terjadinya. Apabila
sistem drainase ini tidak dibuat mungkin candi tidak akan bisa bertahan lebih
lama lagi dan tidak akan bisa dinikmati sebagai suatu salah satu mahakarya
manusia di dunia.
Dan tentu saja kekaguman saya tidak
berhenti sampai disitu. Ketika melihat desain Borobudur maupun Prambanan secara
keseluruhan saya merasa para pembuatnya mempunyai rasa seni tinggi dan mampu
menggunakannya untuk mengungkapkan banyak simbol filosofis dalam candi. Seperti
perbedaan tangan budha Borobudur yang memberikan simbol tertentu. Maupun
pembagian bagian candi menjadi Kamadhatu-Rupadhatu-Arupadatu (Borobudur) dan Burloka-Wahloka-Swaloka
(Prambanan) yang kesatuannya menyampaikan mana tertentu dalam simbol agama
mereka. Dua stupa yang berbeda di bagian Arupadhatu,dengan lantai satu berbetuk
wajik dan lantai duanya kotak mungkin dibuat seperti itu karena bentuk wajik
masih dinamis dan kotak lebih statis dan lebih tenang dan seperti itulah makna
yang ingin diberikan bahwa arupadhatu adalah bagian yang telah sempurna dan
tidak akan goyah lagi. Pemberian bentuk yang cerdas! Bahkan di Borobudur untuk
mendapatkan nilai seni yang maknawi kita mempunyai ketentuan untuk memutari
candi searah jarum jam melalui Pradaksina sehingga kita bisa menonton klise
film masa lampau dengan benar dan terurut.
Terima kasih saya ajukan pada pengelola
kedua candi karena telah memberikan atribut kepada kami pengunjung selendang
batik saat masuk ke candi. Selain bisa menghormati keberadaan candi hal ini
juga telah memberikan kebanggan pada saya untuk mengenakan batik sekaligus
mengenalkan inilah Indonesia.
Ratu Boko
Walaupun rasa suka saya dari di jelaskan
melalui Prambanan maupun Borobudur itu tidak berarti kompleks Ratu Boko menjadi
terlupakan. Bahkan saya merasa Ratu Boko merupakan tempat yang indah walaupun
saya belum mengerti mengenai arsitekturnya. Kompleks ini berada di atas bukit
dengan pemandangan yang tentunya sangat apik. Selain itu ditunjang pula dengan infrastruktur
pengelola yang sangat baik mengolah kompleks ini. Sebagai tempat yag dulunya adalah sebuah
kerajaan jujur tempat ini merupakan tempat yang indah dan cantik. Meskipun
tidak bisa melihat bangunan istana secara keseluruhan karena sudah tidak
tersisa lagi ,pondasi-pondasi menunjukan bahwa sebenarnya bangunan istana bisa
saja long lasting karena struktur
dasarnya saja masih bisa bertahan sampai sekarang.
Prambanan |
Selain dari reruntuhan istana keraton
Boko ini ada hal yang menarik yang menjadi daya tarik wisata yaitu resort yang
dibangun di atas bukit dengan pemandangan kawasan Jogja-Klaten. Tidak lupa pula
tempat ini sangat romantis untuk tempat pelesir dengan adanya pemdangan sunset setiap sorenya. Sayangnya kami
tidak sempat melihat pemdangan tersebut tentunya jika kami sempat akan menjadi
momen yang tidak akan terlupa.
Malioboro
Malioboro sebenarnya hanya tempat yang
bukan utama dalam perjalanan ke Jogja lalu namun saya ingin mengungkapkan
bagaimana sebuah ruang memanjang di pinggir jalan bisa menjadi daya tarik
wisata yang fenomenal dan ikonic. Malioboro karena aksesnya yang mudah dan juga
menjajakan banyak pernak-pernik khas Jogja seperti batik tak ayal menjadi
tampat yang tak boleh dilewatkan untuk turis. Selain itu Malioboro seperti
minaitur budaya jawa di Jogja. Kita bisa melihat banyak sifat orang jawa disini
dari segi keramah tamahan hingga ke kerendah hatian orang-orangnya. Kita juga
bisa melihat banyak kreatifitas orang jawa dalam banyak seni yang biasanya
ditampilkan di jalanan ini. Dan yang tidak kalah penting disini tersedia banyak
jajanan khas Jogja. J
Tamansari
Di hari kedua ekskursi ini hampir semua
tempat banyak yang belum pernah saya kunjungi. Termasuk Tamansari ini. Saya
pernah melihat banyak foto-foto mengenai Tamansari namun belum pernah mencapai
kesana. Yang mengejutkan adalah menuju ke tempat ini tidak dibutuhkan tiket dan
sebagainya justru pintu gerbang kesana adalah jemuran rumahan dari perumahan
warga. Hal ini yang membuat saya tercengang tak percaya. Sebagai sebuah
pemandian raja di zaman yang belum lama berselang mengapa pengelolaannya bisa
seperti ini rasanya masih aneh di mata saya. Masuk ke dalamnya saya bagaikan di
dalam kerajaan di film-film. Dengan lorong panjang dan selubung dinding yang
tebal. Fakta yang menunjukan bahwa dinding tesebut tanpa beton, besi dan hanya
dibuat dari lepa (campuran semen,
gerusan bata merah dan adonan lain) dan masih bertahan sampai sekarang cukup
mengejutkan. Bahkan dinding tersebut cukup sulit diretakan tidak seperti bahan
bangunan pada zaman ini yang rapuh. Seharusnya bahan-bahan seperti itu bisa di
dapatkan pula sekarang sehingga keawetan bangunan bisa terjaga dan tidak mudah
runtuh ketika gempa terjadi. Dengan warna merah dari lepa membuat tamasari cantik dan memang cocok sebagai tempat
pemandian.
Tamansari |
Yang tambah membuat saya terkejut adalah
dahulunya tempat ini adalah sebuah bangunan-bangunan yang menonjol tempat
berlabuhnya kapal dari danau yang dibuat secara sengaja. Sehingga ketika sampai
ke tempat di bawah tanah saya bisa membayangkan dahulunya ada air di atas
bangunan tersebut dan pastinya struktur bangunan di bawahnya merupakan struktur
yang kuat dan tahan air. Bentang air ini dibuat secara sengaja entah sebagai
keindahan semata maupun memang mempunyai alasan tertentu.
Saya menyukai tempat yang dahulunya di
pakai sebagai sholat di Tamansari. Ada skylight
yang sekligus sebagai tempat wudhu dan diatasya terdapat tangga-tangga. Sangat
artistik dan tipologi seperti ini jarang ditemukan di masjid manapun di
Indonesia. Seolah-olah ketika kita bersuci dengan air wudhu ada cahaya ilahi dari
langit yang menerangi. Desain tempat sholatnya unik dan dinamis, melingkar
mengelilingi tempat wudhu dengan laki-laki berada di lantai satu dan perempuan
berada di lantai di atasnya.
Beralih menuju ke tempat pemandian raja-raja di
sebelahnya. Tempat ini masih terjaga dengan baik dengan bangunan yang berwarna
merah lepa melingkupi. Seperti kesan istana pada umumnya tempat ini megah,
angkuh, dan terjaga dengan adanya menara penjaga di setiap sudut. Yang saya
bayangkan adalah bagaimana kehidupan istana pada masa itu , kehidupan politik
kerajaan, kehidupan raja dan kebiasaannya.
Seperti yang diceritakan oleh tour
guide kami , raja mempunyai puluhan selir dari setiap daerah yang dijajahi.
Dengan tujuan selir itulah mata-mata sekaligus penjalin hubungan dengan daerah
jajahan raja.
Keraton
Tidak seperti Tamansari, Keraton Jogja
yang sekarang ini berada di Selatan Alun-alun bangunannya sangat kental dengan
budaya jawa masa kini. Banyak ukiran berlanggam jawa dengan makna dan
filosofinya. Dan tidak lupa ada sang buta kala di depan setiap pintu sebagai
penangkal keburukan. Bangunan kebanyakan berupa joglo jawa tipe istana dan
pintu-pintunya rendah diusahakan agar setiap orang merendah diri kepada raja.
Kebiasan merendah ini juga ditularkan pada budaya jawa yaitu ketika lewat di
depan orang berupaya menunduk yang artinya menghormati.
Kesan kerajaan terasa sangat di tempat
ini selain dari bangunannya terlihat juga dari banyaknya abdi dalem dan
bagaimana protokoler kerajaan masih ada dan bekerja di dalam bangunan keraton.
Musik pengiring yang sayup-sayup terdengar dari gamelan yang ditabuh diiringi
lenggak-lenggok penari jawa yang lemah-gemulai seolah mencerminkan kehidupan kerajaan
yang anteng,dan berunggah-ungguh.Secara
umum kehidupan ini nampak harmonis.
Masjid
Agung Kauman
Masjid yang juga dikenal dengan Masjid
Agung Yogyakarta terletak di sebelah barat alun-alun. Masjid tanpa kubah dengan
ciri berjoglo dengan tiga tingkat ini hanya bisa dimasuki ketika jam sholat
berlangsung. Interior dalam masjidnya dari kayu dengan banyak ukiran khas jawa
islami. Terasa sejuk berada di dalam masjid ini terlebih di hawa Jogja yang
cukup panas. Uniknya sebelum memasuki bangunan masjid terdapat saluran air
buatan yang dahulunya dibuat agar jamaah yang akan masuk masjid menyucikan
terlebih dahulu kaki mereka. Tentunya agar tidak membawa najis ke dalam masjid.
Kulonprogo
Tidak hanya menghasilkan perak tempat
ini juga ternyata memiliki bangunan vernakuler tersendiri yang khas. Ketika
turun dari bis dan berjalan menuju lokasi ternyata pemerintah sendiri concern terhadap bangunan heritage dan
bangunan kuno terlihat dari adanya papan pemberitahuan yang menginformasikan
tentang bangunan tersebut sehingga tidak akan dilupakan begitu saja. Ada satu
rumah di kawasan kulonprogo yang asli khas kulonprogo dan dibeli oleh pihak UGM
karena hampir hancur karena gempa Jogja. Rumah tersebutlah yang kami datangi.
Rumah tersebut milik salah satu orang jawa dan masih terawat sampai sekarang
ini. Rumah tersebut cantik dari material kayu. Terdapat pendopo dan ada
hirarkri antara rumah utama dan pendopo di depannya. Sangat suka terhadap
pemeliharaan bangunan tua di Kulonprogo ini termasuk kepada UGM yang telah
menjaga kebudayaan ini kepada kita.
Perjalanan ke Jogjakarta kali ini terasa
sangat berkesan, banyak ilmu yang saya dapatkan dan pengalaman ruang yang
menambah vocabolary bangunan. Bahkan banyak pengalaman-pengalaman yang tidak
sempat saya dokumentasikan dalam kata-kata maupun foto atau sketsa. Jogja bagi
saya banyak menyimpan sejuta cerita yang tak tersampaikan dengan kesahajaannya
menyimpan budaya. Saya harap Bandung dimana saya berkuliah dapat pula merujuk
banyak pada Jogja pada heritage-nya
dan pada kotanya.
Ditulis oleh
:
Sosiana Dwi Ningsih
Arsitektur ITB 2011
15211043
Untuk keperluan tugas ekskursi Arsitektur Nusantara
Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia