Tuesday, 31 May 2011

Catatan dari Pulau Rote

Posted by Sosiana Dwi On 9:31 pm
Saya ingin menceritakan sebuah pengalaman yang belum pernah saya ceritakan, namun ada dalam catatan harian saya, dan akan terus menjadi catatan di dalam perjalanan hidup dan menjadi kenangan - kenangan hidup.
Saya teringat dulu pernah berkesempatan menjadi relawan mengajar di pedalaman NTT, mengajar anak-anak yang terkebelakang secara sosial dan hidup dalam kemiskinan. kami mengumpulkan mereka dari ladang kering ke ladang kering lainnya, mengajarkan mereka membaca, berhitung karena kami yakin hanya itulah kunci yang dapat membuka jendela dunia. hampir setahun saya berada, kami bekerja keras, bermandikan keringat dan air mata, meyakinkan setiap orang tua betapa pentingnya pengetahuan bagi seorang anak manusia untuk masa depannya. Saya teringat tinggal dirumah keluarga yang sangat miskin namun dia kepala suku, saya membantu mereka ke ladang dan diladang itulah saya melobi beliau untuk mengijinkan anak-anak suku itu belajar dulu sebelum keladang, hingga akhirnya beliau merestui.
Kami tak menyia=nyiakan waktu itu, kami menuntun tangan mereka, menatap mata mereka dan kami ceritakan tentang orang-orang miskin yang menjadi orang-orang besar dalam hikayat perjalanan bumi, dan rupanya mereka sangat terinspirasi. apakah anda tahu? mereka sangat cerdas, bisa membaca dan berhitung dalam hitungan hari bahkan hapalan diluar kepala mereka sangat mengagumkan. inilah sebuah kenyataan bahwa PANDAI dan BODOH itu BUKANLAH TAKDIR, namun sangat bergantung pada usaha.
Saya teringat ketika kami menyelesaikan program itu, kala meninggalkan desa yang gersang itu, sekerumunan anak-anak menghalangi kami, menangis dan menghiba agar kami jangan pergi dan tetap bersama mereka, mereka berjanji akan belajar lebih rajin lagi. para orang tua pun tak kuasa menahan tangis dan kamipun tak mampu menahan haru yang dalam, betapa perjuangan selama ini berbuahkan hasil dan cinta.
Anak-anak itu saya peluk satu-satu dan sambil berlutut saya bilang ke mereka 'lihatlah ibumu, lihatlah ayahmu, jika kamu mencintai mereka maka berjanjilah pada Tuhan untuk terus belajar, jangan biarkan lagi mereka ke ladang dengan cangkul, kalian harus bisa buat traktor dan bisa buat pengairan, dan itu hanya bisa kalian lakukan dengan terus belajar'.
Tahun 2007 saya pernah diundang mengajar tamu di ITB Bandung, dan ketika usai memberi kuliah saya diminta anak-anak untuk menemani mereka konkow di kafe kampus, karena senangnya saya amini. di kafe itu kami melanjutkan diskusi dan ternyata jauh lebih hangat dari diskusi di ruang kelas. saya tak menyadari ada seorang anak yang terus memperhatikan saya di kafe itu, dan karena dia bukan dari kelas yang saya ajar, maka saya agak mengabaikannya. sejam kemudian saya pamitan karena terlanjur memesan trafel ke bogor dan menolak diantarkan oleh mereka ke Bogor.
Ketika saya sedang berjalan menuju jalan Dago (karena janjiannya di depan Kartika Sari dengan Trafel Cipaganti, anak berkulit coklat tadi mengikuti saya, awalnya saya tidak sadar, namun ketika saya menyadari saya berhenti dan berbalik menungguinya. dengan langkah ragu dia terus berjalan dan saya mendahului menyalami dan menyapa.
Rupanya dia anak itu adalah anak yang dulu pernah bersama saya selama hampir setahun di Desa Oelua, Pulau Rote, Nuta Tenggara Timur. dia sudah snagat besar dan gagah, dia bercerita tentang dia dan teman-temannya yang terus bersekolah dan hampir semuanya sekarang kuliah di PTN dan PTS terkemuka di negeri ini, sedangkan Jose Ndao yang saat itu bertemu saya di ITB (saya lupa nama lengkapnya) adalah mahasiswa jurusan teknik sipil ITB. Saya memeluknya erat dan dia menangis haru, sayapun demikian. waktu itu berikan dia kenangan sebuah 'sign pen' dan saya bilang, ini pena untukmu menuliskan seluruh yang kamu pelajari.
Kini anak itu telah kembali ke Rote membangun desanya, dan Jose masih sering mengirimkan surat ke saya menceritakan perkembangan Desanya dan kehidupannya. dia bercerita tentang beasiswa yang dia dapatkan dari pemerintah australia untuk belajar disana.
Sebuah kebanggaan saya hidup di dunia adalah menemui anak-anak seperti ini, dan saya sangat ingin kembali mengajar di pelosok kampung yang tak terjangkau dan membukakan jendela dunia kepada mereka, anak-anak Indonesia, karena mereka berhak atas masa depannya.
Teruntuk sahabatku Jose Ndao.
Open your hands, open your eyes, open your mind and open your hearts

Ditulis oleh Rky Refrinal Patiradjawane
Impian saya adalah kelak memiliki boarding school dengan fasilitas sangat lengkap dan guru-guru terbaik, dan mahasiswanya seluruhnya orang miskin dari seluruh pelosok, dan sekolah ini gratis dan menjamin beasiswa sampai universitas. Jadi kewajiban mereka hanyalah belajar, setelah itu kembali ke daerah asal dan membangun daerahnya.
Semoga impian ini juga merupakan impian setiap orang karena butuh energi dan keikhlasan yang besar untuk melakukannnya.




Repost from Harbani Nurhadi
(diambil dari milis Manager-Indonesia, seijin penulis)

http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150177847596218


Categories:

0 Opini:

Post a Comment

Bahasa menunjukan bangsa, jadi pergunakanlah bahasa yang baik dengan format sopan santun yang telah ada :)

  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology