Monday 29 July 2013

Mencari Surga di Utara Jakarta

Posted by Sosiana Dwi On 12:02 am
Selepas subuh mobil travel Bandung-Jakarta yang aku tumpangi bersama dengan keenam temanku telah sampai juga di pom bensin Muara Angke, lokasinya hanya berjarak beberapa langkah dari pasar ikannya. Tak ayal bau amis dari ikan-ikan tak pelak menghinggapi rongga hidung kami. Seakan tak bisa membohongi sedang berada di mana kami. Jalanan menuju ke sana pun becek dan sesekali teradapat bangkai ikan (kalau itu bisa disebut dengan bangkai).
“Eh, ini serius kita mau ke Tidung?” ucap salah satu temanku, Adlan, sedikit menyelidiki. Rasa curiganya cukup besar melihat start dari perjalanan kami ini sudah kurang sedap dipandang dan kurang sedap dicium. Ini anak rela bei masker guna menutupi hidungnya dari pasar ikan ini,  
Tapi di fotonya lumayan bagus kok,” Ninis memotivasi. Agaknya sohor dari Pulau Tidung dan pulau-pulau lainnya lumayan ternama terlihat tak hanya rombongan dari kami saja yang hadir pagi itu. Mungkin benar kata Ninis, fotonya memang lumayan bagus untuk menyihir para rombongan ini termasuk kami.
Pukul setengah tujuh pagi tour guide yang kami nanti datang dan memberi instruksi untuk kami naik ke kapal yang sudah lumayan penuh oleh beberapa rombongan lain yang tujuannya sepertinya sama, pelesir.
Tak jauh beda dengan pom bensin tadi dengan bau ikannya, pelabuhan Muara Angke ini pun tak hanya amis oleh ikan tapi juga oleh warna lautnya yang hitam kelam. Seram juga membayangkan jatuh di sini, Hiii bisa-bisa mati kehabisan nafas karena jijik. Masih belum terbayang bagaimana Tidung yang masih satu provinsi dengan Ibukota Jakarta, masih belum terpetakan seperti apa bentuknya. Apa seperti Jakarta yang kita tahu cukup berantakan itu? atau lautnya seperti Muara angke? Saya akan tahu jawabannya setelah 3 jam perjalanan melewati Laut Jakarta, meninggalkan Pulau Jawa untuk bersinggah di Pulau Kecil di Kepulauan Seribu.
Pukul 8 pagi kapal ini mulai beranjak, meninggalkan Jawa, meninggalkan Burj Al-Arabnya Jakarta dan meinggalkan Muara Angke. Sepanjang perjalanan saya tidur karena anginnya sepoi membelai ditambah hujan rintik. Saat kapal menepi inilah perjalanan saya di Pulau Tidung bersama ke-8 teman saya.

Pelabuhan Muara Angke

Burj Al-Jakarta :p

Kapal nelayan

Evan galau

Dijemput oleh mas tour guide yang lain kami dibawa ke cottage yang ditawarkan oleh travel agent kami. Jaraknya tak jauh dari pelabuhan kecil Tidung. Jalanan menuju ke cottage berupa jalan kecil yang hanya cukup dilewati mobil di jajari dengan deretan perumahan yang sebagian besar berupa cottage. Sekilas tidak jauh beda dengan di kota, rumah-rumah tersebut tidak berhalaman luas dan berhadapan langsung dengan jalan. Sempadannya satu meter sampai dengan nol meter. Well, seperti ibukota saja ini. Yang menarik transportasi yang umum disini adalah sepeda alih-alih motor. Dan sepedanya diberi nama, ada yang namanya Soleha, Faqih, Bom-bom, dan lain-lain tergantung siapa nama orang yang menyewakan sepedanya.
Sampai di cottage dan saya tidak merasa kecewa sama sekali. Cottage yang kami tempati langsung berhadapan dengan laut dan ada saung yang menjorok ke laut. Kyaaa, tempat yang pas. Fasilitas berupa dua kamar, dua kamar mandi, satu ruang tamu, ada TV, Dispenser, AC sudah cukup bisa memisahkan kami yang ikhwan dan yang akhwat (liburan juga tetep kontrol donk, haha). Liburan tiga hari dua malam ini sepertinya lumayan bisa menjadikan liburan ini keren.
1st Day
Schedule hari pertama adalah berkeliling Pulau Tidung dengan menggunakan sepeda. Kami pun ternyata dapat sepeda yang namanya FAQIH berwarna orange dan pink. Setiap dari kami dapat satu-satu. Sebelumnya aku sudah sempat melihat peta pulau ini yang ternyata memang tak terlalu besar, seukuran sebuah dusun kali ya. Setelah makan siang dengan menu ikan yang telah disediakan kami meluncur ke arah Barat pulau mencari-cari pantai bersama mas guide.
menu makan siang
Berkeliling
Mengayuh sepeda membelah ilalang di kanan-kiri jalan  sesuatu yang mungkin agak diherankan ada di salah satu lokasi di Jakarta. Sesekali pantai ada di samping kiri kita dan angin sepoi membelai perjalanan ini. Nyepeda santai kayak gini mahal harganya bisa ditemuin di Jakarta tapi ini lagi ada di Jakarta lho padahal. Pantai yang kami susuri ini tidak seindah itu tapi. Meskipun berwarna biru muda tapi banyak sampah yang mengendap disisinya bahkan sempat nemu sampah kasur disini. Diduga sih sampah kiriman dari Jakarta yang di Jawa sana, hmm.


Membelah ilalang

Geng kelompok 3
Setelah lama mengayuh, sekitar lima belas menit akhirnya kami nemu pantai yang berada di sisi utara pulau. Disini pantainya lebih bersih karena tidak secara langsung menghadap Jawa dan terdapat ayunan dan kapal-kapalan untuk bermain. Hanya saja pantainya tenang dengan ombak yang kecil. Semangat untuk main pun bergolak selama lebih dari setengah jam kami disini hanya untuk foto-foto, main ayunan dan bermain bersama anak kecil asli penduduk Tidung. Kesan di Muara Angke tadi sekarang sirna, dan musnah dengan keindahan pulau ini. Gak sia-sia jalan dari Bandung jam 2 malam dan amis-amisan di Muara Angke setelah tahu sisi lain Jakarta yang cool ini. Yang lebih menyenangkan berasa pulau sendiri karena saat itu hanya kami rombongan turis di pantai itu.
bermain bersama anak-anak

foto dulu

pol pisan


Jembatan Cinta
Guide kami pun lama menunggu untuk mengajak kami menuju ke tempat berikutnya. Setelah bayar parkir dua ribu rupiah untuk sepeda kami (lebih mahal dari parkir motor di Jawa) kami nggoes lagi. Kali ini menuju ke timur pulau dan jaraknya lumayan jauh sampai-sampai pantat kami berasa lebih tepos dan sakit disini. Melewati pelabuhan yang tadi pagi dan taraaa sampailah pada suatu pantai berpasir putih masih dengan keadaan yang tenang. Angin dilaut Jawa ini mungkin sudah di barrier dengan ratusan kepulauan yang lain yang membuat pantai ini tidak sekeras pantai selatan jawa.
Pantai di timur Tidung ini cukup ramai karena banyak turis yang berdatangan. Inilah landmark dari Puau Tidung, sebuah jembatan panjang yang menghubungkan antara Tidung besar dengan Tidung Kecil. Di bagian awal jembatan berbentuk setengah lingkaran, menjadi objek foto yang khas nan romantis pantas saja disebut Jembatan Cinta, yeay.
Uniknya dari atas jembatan cinta ini banyak anak-anak kecil (yg gedhe juga ada sih) nekat nyemplung ke air laut di bawahnya. Aku jadi pengen ikutan Bunging jumpee ala mereka sih karena air laut di bawahnya terlihat bening, berwarna hijau biru dan terlihat dasar lautnya yang dangkal. Banyak pula anak-anak kecil yang berenang menggunakan savety vest dan ada pula yang bermain bola, seperti di kolam renang raksasa. Ga sabar buat nyebur, tapi eits belum bawa baju ganti apa pun nih.
Guide-nya mengajak kita buat ke Tidung Kecil, walaupun sudah cukup capek tapi kami masih siap untuk petualangan selanjutnya dan yah berjalanlah kami kesana. Melewati jembatan buatan di atas laut kami telusuri jembatan cinta ini, siapa tahu ketemu cinta #eaa. Sekitar 500 meter jembatan ini terbentang hingga sampailah ke pulau Tidung kecil.
Pulau Tidung Kecil tidak ditempati oleh warga, di dalamnya hanya berisi Balai Pertanian dan pepohonan yang dihiasi pemandangan laut yang luas. Ke Tidung Kecil kita tak akan menemukan apa pun tapi untuk mensyukuri nikmat Tuhan, apa salahnya tho?
Saatnya kembali ke Tidung, beristirahat sejenak sambil istirahat dan sholat. Tujuan selanjutnya masih berkeliling ke pulau dan tentunya agar dapat melihat sunset di ujung Barat pulau.
foto dulu #2


jembatan cinta

Sunset
Pukul 17.00 kami bersiap untuk nggoes lagi, nggoes lagi... jarak yang ditempuh cukup jauh, Guide kami dengan lihai menemukan jalan di antara semak belukar. Sempat bertanya-tanya apakah ada tempat nonton sunset tapi sesepi ini jalanannya. Seolah-olah ini pulau milik kami dan sepeda kami saja.
Kecewa juga ternyata mendung bergelayut tepat di piringan matahari, niatnya mau romantis-romantisan eh kami malah bergalau-galauan. Kebanyakan dari kami memang masih jomblo, kecewa tak dapat sunrise kami abadikan momen di pantai milik sendiri ini bersama.

Barbeque Time
Pulang ke cottage ditemani suara adzan di kejauhan dan warna lembayung jingga. Seolah tak habis perjalanan ini untuk hari ini, sudah ada santapan makan malam tersedia di kamar. Dengan lahap dan tak bersisa kami habiskan makanan ini sampai-sampai si Guide yang setia menemani kami datang dan membakarkan ikan barbeque kami.
Gak tega ngeliat mas-masnya membakar sendiri di depan cottage kita temenin dah di Saung sambil ngelihat bintang di langit, sambil main kartu werewolf. Ketika matang terhidanglah ikan laut tidak amis yang kita sendiri tidak tahu dari jenis apa. Sayangnya karena sudah kenyang oleh makan malam tadi ikan itu tidak habis. Sayang sekali.

2nd Day
Hari kedua jadwalnya kami untuk nyebur-nyeburan, persiapan dimulai dengan kami semua tidak mandi untuk mendapatkan momen nyebur yang indah. Dengan berbekal baju yang siap basah , pakaian kering di tas kami dan sarapan secukupnya bersiaplah kami untuk bertempur. Pukul 08.00 pagi mas guide sudah rapi jali dan siap mengantarkan kami ke perahu di pelabuhan Utara pulau, berseberangan dengan pelabuhan yang pertama. Kami mau ke penangkaran penyu di Pulau Pramuka. Lama perjalanan sekitar satu-dua jam, awalnya exited berada di laut tapi lama-lama ngantuk juga. Kebosanan itu sirna ketika tiba-tiba kita muncul di antara dua pulau kecil yang berdekatan dan Subhanallah, air lautnya berwarna biru kehijau-hijauan, airnya dangkal sepertinya dan luar biasa ini kami temukan lagi-lagi masih di DKI Jakarta, hidden paradise telah kami temukan.  Temanku mengatakan ini laguna, belum bisa di akui kebenarannya sih. Cuma ini keren.
berasa life of Pi

Foto di laguna

Penangkaran Penyu
Ternyata laguna tadi bukan endingnya, masih ditempuh sekitar 15 menit lagi perjalanan dan sampailah di Pramuka Island. Pulau ini setipe dengan Tidung namun lebih besar dan merupakan pusat pemerintahan dari kepulauan Seribu sehingga tak ayal cukup ramai. Penangkaran yang dimaksud tidak jauh dari pelabuhan dan tersebutlah penyu-penyu dari segala umur berada disini. Kesampaian juga memegang penyu dewasa dan kecil. Puas berkeliling penangkaran ini saatnya nyebur.
Penyu cilik-cilik

Snorkling time
Dengan peralatan yang telah disediakan antara lain : Savety vest, kacamata renang beserta selang untuk udara, kaki katak untuk mendayung, dan lotion untuk mencegah gosong kami berasa menjadi turis di negeri sendiri. Sebelum nyemplung kami pilih tempat yang strategis untuk melihat dasar lautnya. Guide kami sudah jago menentukan mana laut yang ombaknya kecil sehingga kami tidak cepat terbawa arus dan mana laut yang isinya bagus. Awalnya kami di bawa ke tempat yang cukup dalam, dan berlatih bernafas dengan mulut menggunakan selang ini. Susah juga beradaptasi terlebih air laut ternyata benar-benar asin. Kami pun diajari berdiri di atas karang, diajari berpose dalam air. Oia, guidenya telah membawa kamera dalam air yang merupakan fasilitas dalam paket ini. Yang jago guidenya tak memakai alat apa pun kecuali kacamata renang. Weits, jagoo. Anak pantai. Kami pun merasakan apa yang namanya arus laut, arusnya lumayan kencang dan airnya hangat daripada air sekitar. Ini tho yang pernah ada di Film Finding Nemo.
Foto lagi

ngambang dulu ah

Ngambang dulu ah #2

Bosan dengan tempat dengan terumbu karang yang sedikit kami diajak ke tempat yang sedikit lebih jauh dengan perahu. Sebelumnya kita diberi makan siang terlebih dahulu. Lapar juga rasanya setelah berdingin-dingin ria di laut lepas sampai lupa sudah tengah hari.
Spot berikutnya berada dekat dengan Tidung Kecil, kali ini lautnya lebih dangkal, terumbu karangnya lebih dekat dan ikan-ikannya lebih banyak. Takut juga karena kesenggol sedikit kaki pasti sudah lecet nabrak karang. Aku pun menjauh takut berdarah dan hiu pun mendekat (sedikit berfantasi). Sebelumnya kami sudah bekal nasi dari lunch kami yang tak habis, daripada di buang sayang mending untuk konsumsi ikan. Dan fantastis kami pun didatangi ikan beraneka jenis, snorkling dengan ikan-ikan. Wow, Cuma di Indonesia mungkin ya. Terumbu karang yang kami temui lebih beragam dan seperti hidup, walaupun aku tahu dalam pelajaran biologi terumbu ini merupakan animalia bukan jenis tumbuhan, dan mereka hidup seperti layaknya hewan namun memiliki zat kapur di dalamnya. Amazing, di laut dangkal ini kami bermain lebih lama karena sudah bisa beradaptasi dengan air asin dan sudah berani jauh-jauh dari perahu. Tapi waktu dan arus yang semakin besar membuat kami harus chao juga dari sini.
Permainan Air
Selama masih berbaju renang sepertinya kami belum puas main air. Di dekat pantai jembatan Cinta ada wahana air seperti banana Boat, Kano, dan lain-lain. Dan kami memilih banana boat dengan tarif Rp.15.000 per orang bisa di tawar sih sebenrnya asal jago. Naik kapal berbentuk pisang ini dengan dua kali di jatuhkan dengan keras lumayan juga. Kita juga bisa diajak berkeliling pantai jembatan cinta. Masih belum puas lanjut kami dengan perahu kayak, tidak semua main aku juga tidak. Aku habiskan dengan bermain dengan savety vest dan mengambang pantai dangkal ini.
Banana na na na

Background : jembatan cinta


Ayunan Air
Seharian itu baju sudah terlanjur basah dan kami pun puas. Maklum di Bandung gak ada laut. Masih belum puas juga kami pun mengayuh sepeda ke pantai ayunan dan disana ternyata pantainya sudah pasang sehingga ayunannya bisa menyentuh air. Dimulailah permainan baru yang kami ciptakan, main ayunan di atas pantai eh di atas laut denk. Super sekali mainan ini, salah satu anak naik di ayunan dan anak-anak yang lain mendorongnya sampai tinggi, nanti ia akan jatuh ke air laut dan sampai ke titik awal ia akan dilempari dengan pasir-pasir yang basah. Huuu. Hanya di kepulauan seribu kami menemukan games ini. Ada pula yang sengaja menjatuhkan diri ketika sudah di titik tertinggi, tentu saja jatuhnya di air laut dangkal. Begitu seterusnya sampai matahari sudah di barat. Sambil menunggu sunset kami duduk-duduk di jembatan kayu, puncaknya kami lompat dari situ.
Again, jihad paling pol



SILUET

Puas dengan segala yang ada kami pulang ke cottage saat adzan Magrib berkumandang dengan pakaian yang basah. Setelah makan malam dan sholat kami langsung tertidur pulas dan puas
.
3rd Day
Hari terakhir kami di Tidung tak banyak yang kami lakukan. Setelah subuh berlalu kami naik sepeda ke arah Timur (jembatan cinta) dan berharap bisa melihat sunrise disana sebagai tanda perpisahan. Sunrise pun terbentuk tak sempurna tapi bisa melihat keindahan Tuhan ini sudah cukup bagi kami.
sunrise

siluet sunrise


kaki

Kami pulang pukul 10.00 siang untuk kembali ke kehidupan nyata kami di Jawa, kembali ke Muara Angke. Tidung yang berada di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, meskipun bertitle kota metropolitan kesan Kep. Seribu ini sangatlah berbeda, bisa mengimbangi Jakarta yang angkuh dengan rutinitasnya. Semua berjalan dengan alam.
Mengunjungi Pulau Tidung bisa dibilang sesuatu, meskipun saya menulis ini sampai ribuan kata tetap saja tidak bisa mengungkapkan bagaimana perasaan ketika mengalaminya. Pengalaman memang indera yang terbaik untuk merasa. Tidak bisa diceritakan, hanya bisa dialami.

 Dana yang saya keluarkan disana hanya berupa biaya travel agentnya saja yaitu untuk tiga hari dua malamnya Rp 350.000,00 sudah termasuk semua fasilitas yang saya ceritakan diatas kecuali untuk permainan air berupa Banana Boat. Makan dan minum sudah dari sananya, jadi di Tidung tidak keluar apa pun lagi. Dan biaya transportasi dari Bandung ke Muara Angkenya saja. cukup worth it bukan untuk mencapai surganya air?
So #EnjoyJakarta, masih banyak tempat yang mungkin kamu belum jelajahi di Indonesia ini bahkan di ibukotanya sendiri. Tidung ini hanya seperseribu dari Kepulauan Seribu yang menyimpan mutiaranya untuk dijaga karena keindahan alamnya. Masih ada 999 pulau lain yang menunggu untuk dinikmati tapi tetep harus dijaga lho ya. 


Sosiana Dwi Ningih
seorang mahasiswa arsitektur dari Institut Teknologi Bandung

Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia
  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology