Wednesday 16 May 2012

UP UP and UP

Posted by Sosiana Dwi On 1:16 pm

Aku tak mengerti pada apa yang terjadi padaku semester ini. Ingat tulisan berjudul Resolusi 2012-ku? Tak ada satu pun yang terlaksana dengan benar. Nilaiku anjlok jatuh dari langit. Aku mesti UP untuk memperbaikinya. UP disini adalah arti bahasa Indonesia yang sebenarnya, Ujian Perbaikan.  Aku tak yakin dapat meningkatkan IP semester ini. Aku tak yakin pula aku dapat cumlaude seperti yang aku impi. Aku tak yakin semua usaha berhasil di semester ini. Dan di penghujung Mei ini aku menyesal kepada diri sendiri.
Apa yang telah ku lakukan terhadap 24 jamku? Padahal semua teman-temanku sama denganku, kami diberi beban SKS yang sama, waktu yang sama, kuliah yang sama, tekpres yang sama, tugas yang sama juga. Walaupun aku tahu otak kami masing-masing telah berbeda. Apakah ini menjelaskan IQ-ku memang jongkok. Aku tahu IQ ku tidak seberapa dengan rata-rata anak ITB lainnya tapi biasanya aku bisa survive dengan keadaan under pressure ini. But now? Aku kalah pada kenyataan.
Tidak-tidak, aku akan mencoba memperbaiki dan menganalisis apa yang terjadi pada aku. Meskipun nanti jatuhnya aku cuma ngeles belaka. Pertama aku sepertinya sudah lelah dengan system ini. Bodohnya , aku menjadi tanpa usaha dan begitu saja menyerah. Aku tahu ini tidak baik walaupun patokan IP itu tidak penting bagi aku. Tapi perjuangan mendapatkan IP itulah yang penting, apakah aku memang sepenuhya telah bekerja keras atau aku hanya menjadi pemalas. Proses dari perjuangan ya itu adalah hasil. Sekarang ini aku melihat hasilku dan semuaya buruk. Berarti aku tak benar-benar melakukan hal yang semaksimal aku bisa. Aku gagal kawan! aku malu pada semua janji yang aku tulis. Kedua aku telah besar kepala karena semester awalku telah cukup bagus. Dan ketiga sepertinya aku telah sedikit terbawa suasana arus lingkungan, yang aku tidak bisa menolaknya. Seven habits yang dulu pernah aku dapatkan, yang digadang-gadang sertifikatnya seharga 5jutaan tidak berguna kali ini. Tetap saja aku menjadi seorang yang reaktif. Tetap saja aku lupa pada put first thing first. Aku ahkan lupa bagaimana 7 cara itu bisa melekat ke yang namanya kebiasaan. Huft, biarkan aku menghela nafas selama menuliskan ini. Lelah kawan meratapi perasaan bersalah yang muncul bertubi-tubi.

They may say , That I’m dreamer. But I’m not the only one,”

Tidak hanya aku yang seorang pemimpi. Semua orang punya mimpi dan semua punya usaha untuk melaksanakannya. Bahkan satu sama lain punya mimpi yang berbenturan. Dan siapa pula coba yang tidak ingin jadi pemenang atas mimpinya? Tidak ada. Bahkan termasuk aku. Aku ingin jadi pemenang atas mimpiku yang pasti telah diperebutkan oleh orang lain.
Dengan usahaku yang begini-begini saja apa yang aku dapat seterusnya? Kekecewaan. Harusnya kecewa dirasakan oleh siapa saja, aku ingin merasakannya dengan sangat supaya aku menjadi jera dan tak akan lagi keledai yang seperti aku saat ini. Aku ingin dan aku telah.
Tuhan , selama 2012 ini masih berjalan izinkan aku memperbaiki yang telah aku janjikan. Biar tidak ada sesal dan sesak. Aku lalai di pagi hari. Tapi aku akan kuat di sisanya.

Bandung, 16 Mei 2012



Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Saturday 12 May 2012

All Dream can be Reached in Our Boundaries

Posted by Sosiana Dwi On 9:23 am

TEDx Unpad, 12 Mei 2012
Bertema “Dream Beyond Bounderies”

10.00-15.00 di Ruang Serba Guna Rektorat Bandung , Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung, Jawa Barat
Acara dibuka dengan tembang sunda yang menyentuh. Meski pun tidak bisa memahami maksud dari lagu tapi aku bisa merasakan kalau itu adalah karya seni yang hebat. Seorang anak kecil di dampingi seorang wanita muda menyanyi lagu sunda dengan mendayu-dayu diiringi siter. Lalu acara dimulai dengan pembicara pertama yaitu Lutfi Adam, dosen Jurnalistik dari UNPAD. Ternyata dosen ini masih sangat muda untuk ukurannya sebagai dosen. Ia adalah aktivis dari sanggar sunda bernama Motekar. Sanggar tersebut berlokasi di Jalan Kolonel Ahmad Syam 152, Jatinangor Bandung. Sanggar ini berdiri pada ahun 1984 oleh Supriyatna. Dari data yang speaker berikan ternyata dari 10 remaja hanya 3 remaja yang mau melanjutkan dedikasinya untuk sebuah seni tradisional.  Salah satunya adalah pemain siter yang ternyata masih SMP dan bocah pendendang lagu sunda tersebut yang berumur 9 tahun. Yayasan ini bermimpi jika mereka dapat tumbuh menjadi sanggar yang profesional, dimana profesional tersebut adalah setiap anggota disana berkecimpung sebagai sebuah pekerjaan bukan hanya hobi. Masalah kultural mendera sanggar tersebut.

“Mereka lahir dari budaya namun mereka pun tumbang karena budaya mereka sendiri.”

Setiap ambisi dan hasrat mereka diabatasi setiap pepatah sunda pula. Yang kurang lebih menyatakan jika bermimpi hendaknya jangan terlalu muluk-muluk. Kang Luthfi menyatakan ironi ini. Jangan sampai budaya sendiri kita buat namun kita tidak pernah melestarikannya, begitulah kira-kira pesan dari beliau.
Speaker kedua adalah Kunto Adi , salah satu dosen filsafat di UNPAD. Filsafat sendiri adalah ilmu yang mempelajari sebuah hasrat, keinginan, mimpi dan bahkan banyak yang menyebutnya klenik. Filsafat itu ibarat berdialog dengan diri sendiri dan itu akan melelahkan karena setiap pertanyaan itu kita jawab selalu ada pertanyaan lain mengenai hal itu tumbuh. Salah satu pepatah lama “Corgito ego sum” aku berpikir maka aku ada.

“Hasrat itu bagaikan Black Hole ungkap dosen ini. Karena hasrat itu akan menyedot apa saja tanpa bisa kita cegah.

Sehubungan dengan mimpi kita kadang terlalu tinggi bermimpi. Apalagi ketika America telah mengolah semua mimpi absurd manusia ke dalam layar emasnya. Meskipun begitu mimpi adalah salah satu efek kegilaan manusia yang tidak akan bisa dicegah oleh siapa pun. Batas-batas dari mimpi adalah yang kita sebut dengan rasio.

“Mimpi itu kaya Rosul, karena mimpi akan selalu menuntun  pikiran manusia”

Speaker keempat  yaitu Ainun Chomsum (@pasarsapi), pendiri dari Akademi Berbagi.

“Memberi kaki pada mimpi sebuah cerita tentang akademi berbagi”

Setiap orang mempunyai mimpi , tapi apa yang membedakan antara mimpi kita dan orang lain adalah diwujudkan atau tidak. Dan bagaimana mewujudkan mimpi, pertanyaannya adlah mau tidak mewujudkannya. Membuatnya sesuatu itu menjadinyata. Belajar adalah tahap pertama mewujudkan mimpi. Wajib belajar  9 tahun itu ungkapan yang aneh di negeri ini karena belajar itu harusnya dari kecil sampai kita mati. Bedakan antara belajar dan sekolah, kita bisa belajar di mana saja. Ilmu di luar itu banyak sekali. Ilmu manusia itu hanya setitik kuman diantara alam semesta. 

Belajar adalah salah satu cara merendahkan hati kita dan meningggikan mimpi kita. “

“Kerjakan sekarang juga! Karena tidak mau dan tidak bisa itu berbeda! Kalau kamu mau apa pun bisa! “ itu nasehat dari ibu Ainun. Mempunyai teman yang punya semangat dan antusias yang sama mempermudah wujudkan mimpi. Tidak ada kesuksesan yang berdiri sendiri, pasti ada teamwork di dalamnya. Networking! Dalam berjejeraing tidak hanya mimpi kita yang terwujud, tapi juga kita bisa membangkitkan mimpi mereka secara bersama-sama.
Ceritakan mimpi mu, karena semua agama di bangun dari alkitab yang di dalamnya mempunyai banyak cerita dan sukses mempunyai pengikut hingga kini.

“Ketika kita bercerita tentang mimpi kita maka kita akan mempertanggungjawabkan mimpi kita ,dan dapat menggerakan kita membuat orang lain terinspirasi.”

 Mimpi yang jelek itu adalah mimpi yang tidak bisa di wujudkan.  Akademi berbagi berdiri karena 140 karakter di twitter. Simpel di duplikasi, sesuai kemampuan bermanfaat , tujuan yang jelas, value yang kuat  yang bisa dijaga dan kita bisa happy untuk melakukannya. Kalau ada kemamuan pasti ada mimpi yang besar. Kalau kita merasakan manfaatnya kita bisa bersemangat apalagi orang lain yang mendengarnya. Tujuan harus jelas. Value tidak akan berubah. Kalau kita happy sesusah apa pun kita bisa melakukannya.
Setiap orang punya mimpi tetapi apakah setiap orang berani mewujudkannya mimpinya.
Tantangan terbesar adalah diri sendiri,

“Kamu tidak akan bisa mengubah dunia kalau kamu tidak bisa merubah diri sendiri, kita hanya bisa menyalahkan lingkungan saja itu namanya pengecut,”

Waktu adalah masalah terbesar kita, tapi kita pun tidak akan mendapatkan waktu 24 jam dari orang lain. Setiap orang punya 24 jam waktu yang sama sehingga perbedaan kita dan orang lain adalah untuk apa 24 jam kita itu. Hanya waktu yang tidak bisa dibeli dan tidak bisa di tarik kembali.,
Komitmen dan konsistensi, mejnaga keduanya itu sangat berat. 100 orang bisa mengubah negeri ini, tidak perlu banyak orang. Akademi berbagi adalah tempat untuk menjaga konsistensi dan komitmen kita. IP ga akan dilihat oleh siapa pun tapi komitmen dan konsistensilah yang akan dilihat.
“Berilah kaki pada mimpimu agar turun ke bumi dan berlari, jangan biarkan di awang-awang kemudian terbang dan hilang. Pecahlah mimpi itu sehingga kita bisa menyusunnya menjadi mimpi yang besar. “

Pembicata selanjutnya adalah Kirana agustina (@kiranya) yang sangat menginspirasi karena pengalaman-pengalaman yang tumbuh karena ia telah bermimpi.

Dream On , “if you can dream it, you can do it”

Dream Catcher , saya tidak ambisius hanya saja saya ingin merasakan mimpi saya.
Pembicara terakhir adalah Imam Usman /@imanusman (HI UI), mahasiswa berprestasi dari UI dan pendiri dari Indonesian Future Leader.  Umurnya 20 tahun, dan sedang merasakan tahun ketiga kuliah. Anak-anak senang bermain, seperti dia juga. Namun pada saat itu ia menjadi banhan olok-olokan teman-temennya. Terjadi bertahun-tahun lamanya tindakan bullying tersebut. Namun ia bangkit ketika ada relawan yang mengenalkan dia pada “ Just do by your self, just do it”.

Berapa pun orang yang menjatuhkan kita, itulah dorongan bagi kita. “

Relawan, membuat banyak keajaiban. Apa pentingnya menjadi relawan? 355.200 adalah total penduduk miskin di Jakarta. 3, 64% dari total populasi. Masalah di jakarta banyak sekali dari mulia kriminal, pendidikan, akses publik. Pendekatan yang ada di Jakarta selalu hanya dari pemerintah padahal studi itu menunjukan kalau partisispasi masyarakat lah yang sangat besar berperan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kenapa partisipasi itu rendah.? Ternyata banyak dari kita tidak paham akan kesadaran hadirnya isu sosial di sekitar mereka. Kurangnya kecakapan untuk mencapai perubahan. Kurangnya ekosistem untuk berbagi.  Pendidikan itulah tempat mensosialisasikan nilai-nilai yang membuat kepartisipasian nilai di masyarakat. Seperti sistem hours service di sekolah-sekolah ternama yang walau pun bagus banyak hal yang kurang diperhatikan di  seperti faktor pemaksaan terhadap anak tersebut.
Potensi pelajar SMA  : Anak SMA di Jakarta bisa saling membantu dan mejadi relawan di Jakarta. Pendekatan masa kini dimana anak muda tahu solusi. Anak muda bisa menjadi agen perubahan, banyak orang yang punya kompetensi global tapi ga tau akar rumput.
8 fase muatan lokal kesukarelaan lokal yang perlu dikembangkan:
1.       Potensi
2.       Mengenal isu sosial di sekitar mereka,dan bagaimana cara merasakannya
3.       Informasi tentang inspirasi
4.       Melibatkan diri
5.       Mengkristalkan gagasan : ide visi mereka
6.       Merencanakan aksi mereka
7.       Implementasi (optional)
8.       Bla bla

Kesukarelawaan itu tidak akan dipaksaan, kalau dipaksaan justru akan mengurangi esensi dari kesukarelawaan. Indonesian Future leaders lah , tempat mengembangkan kesukarelawan tersebut.

“Learn , earn, return
Esensi kesukarelawaan adalah menambah ilmu kita,”

Mengurangi tingkat kemiskinan tidak hanya menurunkan angka statistik tapi juga bagaimana meningkatkan  kualitas hidup seseorang.



Sketsa-sketsa Mimpi, akan membawamu ke imajinasi penuh impian dalam sketsa kasar manusia

Saturday 5 May 2012

Es shanghai

Posted by Sosiana Dwi On 4:34 pm

Es Shanghai tubagus memang amat menggoda untuk dinikmati. Campuran antara buah beraneka macam seperti semangka, melon, mangga, buah pir, apel, dan anggur yang diracik dalam satu kuah gula yang dicampur susu. Hmm.. Melelah lah liur kalo liat bentuknya.


Seperti siang Sabtu yang panas ini. Secara random aku ngidam es ini. Terakhir kali minum es ini yaitu saat bulan puasa. Namun saat itu aku menikmatinya bukan saat maghrib tiba tapi saat siang hari. Waktu itu memang aku sedang tak berpuasa begitu pula temanku Reta. Saat melewai pasar Simpang yang sumpek dan terik es shanghai lah yang melambai pada kami untuk dibeli. Dengan uang 7ribu kami beli satu porsi es shanghai dan dibungkus untuk dibawa pulang. Pulangnya kami naik angkot Kalapa- Dago ke Kanayakan. Karena esnya dibungkus denngan plastik bening jadilah semua mata menuju pada plastik itu. Glek. Jadi ngrasa bersalah bikin orang ngiler di angkot terlebih pas bulan puasa.

Sampai di asrama langsung deh kami menyerbu es Shanghai Tubagus Ismail.


Ayo kalo ada yang mau nyobain aku bersedia jadi tour guidenya lho, tapi dengan syarat aku ditraktir ya. Hehe


Published with Blogger-droid v2.0.4
  • Contact us

    Sosiana Dwi Architecture 2011 Bandung Institute of Technology